Samarinda, Kaltimku.id – Pembahasan Propemperda 2026 di DPRD Kalimantan Timur tahun ini tidak hanya berkutat pada daftar regulasi yang akan dibahas, tetapi juga pada isu irisan kewenangan antara eksekutif dan legislatif yang kembali mencuat. Persoalan itu muncul setelah DPRD dan Pemerintah Provinsi sama-sama mengusulkan Raperda terkait pengelolaan sungai.
Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, menjelaskan bahwa kesamaan tema tersebut merupakan sinyal kuat bahwa persoalan tata kelola sungai kini menjadi isu strategis yang mendesak diatur melalui payung hukum baru. Namun demikian, kesamaan usulan juga membuat proses harmonisasi perlu dilakukan secara cermat agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
“Keduanya punya tujuan sama, tapi perlu disatukan agar tidak membingungkan saat diterapkan,” ungkap Demmu.
Ia menerangkan bahwa pembahasan intensif bersama Biro Hukum Pemprov telah dilakukan untuk memastikan seluruh rancangan memiliki batas kewenangan yang jelas. Dalam Propemperda 2026, DPRD mengajukan tiga inisiatif utama: Raperda Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS, Pengelolaan Sungai, serta Penyelenggaraan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Sementara empat rancangan lain diajukan oleh Pemprov, termasuk revisi Perda Pajak dan Retribusi Daerah serta pengaturan jasa lingkungan hidup.
Demmu menegaskan bahwa inisiatif DPRD tetap menjadi prioritas, namun masukan eksekutif akan diintegrasikan untuk menghasilkan aturan yang komprehensif. Bagi DPRD, kolaborasi menjadi kunci agar produk hukum yang disahkan mencerminkan kebutuhan masyarakat dan sejalan dengan kerangka hukum nasional.
“Inisiatif DPRD didahulukan, tapi gagasan dari Pemprov tetap kami akomodasi supaya regulasinya relevan dan menyeluruh,” sambungnya.
Saat ini, tujuh rancangan tersebut sudah disiapkan dan akan dikirim ke pemerintah pusat untuk proses harmonisasi lanjutan. Barulah setelah mendapat persetujuan pusat, Propemperda dapat ditetapkan melalui Rapat Paripurna.
Isu harmonisasi kewenangan dalam penyusunan Propemperda 2026 menunjukkan semakin kompleksnya tantangan regulasi daerah, terutama pada sektor-sektor strategis seperti lingkungan hidup dan tata kelola sumber daya. DPRD menilai bahwa pembentukan peraturan daerah ke depan harus lebih terarah dan berbasis kebutuhan masyarakat, bukan sekadar formalitas tahunan.
Demmu menutup bahwa agenda legislasi 2026 diharapkan menjadi momentum memperkuat kualitas peraturan daerah agar mampu menjawab tantangan perkembangan Kaltim, terlebih jelang beroperasinya Ibu Kota Nusantara yang akan membawa dampak besar pada tata kelola wilayah.*






