SIAPA sangka virus Corona yang awalnya sempat diremehkan justru jadi monster besar yang membekukan aktivitas dunia. Meski banyak hikmah yang bisa dipetik darinya, keberadaannya tetap harus dimusnahkan.
Kita tidak boleh lengah. Sekalipun, alhamdulillah, dalam dua bulan terakhir ini kasus harian covid-19 di Indonesia menurun. Protokol kesehatan masih dibutuhkan penerapannya agar jumlah yang sudah menurun tidak bangkit kembali.
Lihatlah India yang saat ini dihantam tsunami covid, atau WHO menyebutnya badai sempurna. Dilansir dari Kompas.com (28/4/2021) dikatakan pada Minggu (25/4/2021), India melaporkan 352.991 kasus Covid-19 terbaru, jumlah kasus virus corona terbanyak dalam sehari dari seluruh negara di dunia. Sehari setelahnya, pada Senin (26/4/2021), India kembali melaporkan 323.000 kasus Covid-19 dan 2.771 kematian dalam sehari, tanpa tanda-tanda melambat.
Sementara dari konta.co.id (27/4/2021) menyebutkan, data Kementerian Kesehatan menunjukkan, India, dengan populasi 1,3 miliar, memiliki penghitungan resmi 17,31 juta infeksi dengan 195.123 kematian, setelah terjadi 2.812 kematian dalam semalam. Meski demikian, para ahli kesehatan mengatakan angka tersebut mungkin lebih tinggi.
Secara teknik pengendalian wabah India justru lebih baik dari Indonesia. India sempat berhasil melakukan jumlah tes, penelusuran kontak, juga isolasi yang masif dan signifikan. Tidak berhenti di situ. Statistik capaian vaksinasi pun cukup tinggi dan tercatat sebagai salah satu produsen vaksin dengan skala besar.
Pengontrolan kasus sempat berjalan apik. Buktinya, penambahan kasus harian tidak sampai 10 ribu kasus hingga positivity rate alias rasio positif harian di kisaran 7-10 persen (CNN Indonesia, 27/4/2021).
Sayangnya prestasi itu diiringi sikap abai masyarakat India terhadap protokol kesehatan. Mereka nekat menggelar ritual keagamaan, kampanye politik dan aktivitas lainnya tanpa mengindahkan protokol kesehatan.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin Indonesia berpotensi mengalami hal serupa, mengingat teknik pengendalian pandemi Covid-19 pemerintah India lebih baik dibanding Indonesia. Ditambah dengan adanya kemiripan dari segi jumlah penduduk, prilaku masyarakat dan tingginya mobilitas.
Mengutip dari halaman CNN Indonesia,(27/4/2021), Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (26/4/2021) menyatakan kekhawatirannya dan berkata, “Untuk penanganan Covid-19 India lebih baik dari Indonesia. Karena kita [Indonesia] sangat lemah di testing dan tracing, kita juga tidak punya vaksin andalan, ditambah kebijakan yang tidak cukup kuat. Maka, kombinasi itu bisa jadi badai Covid-19 luar biasa di Indonesia, bisa lebih parah mungkin dari India,”
Tsunami covid-19 yang menghantam India adalah pelajaran besar untuk kita, untuk dunia, agar jangan sekali-kali lengah apalagi meremehkan protokol kesehatan.
Virus itu memang kecil namun bukan berarti kita abai. Ingatlah setiap kita bertanggung jawab menjaga keselamatan diri dan orang lain. Apalagi bagi seorang muslim Islam mendudukkan satu nyawa manusia lebih berharga dari dunia dan seisinya. Niatkanlah setiap langkah praktis kita menjalankan protokol kesehatan adalah bentuk ibadah kepada Allah, Sang Maha Kuasa. Insyaallah sekecil apapun perbuatan kita untuk saling menjaga dari wabah penyakit ini akan menuai ridhonya dan membawa kepulihan dunia atas kehendakNya.
Menghadapi pandemi ini kita butuh iman yang mendarah daging secara berjamaah. Umat dan pemerintah saling menjadi support sistem dalam meniti jalan keselamatan. Ikhlas dan sabar sama-sama ditekuni, protol kesehatan selalu dijalankan karena Allah, sekalipun tiada petugas. Meskipun begitu petugas dan sanksi tetap dibutuhkan sebagai kontrol masyarakat.
Pemerintah atau penguasa yang memiliki peran sebagai tameng (junnah) tempat umat berlindung wajib menjadikan tragedi tsunami covid-19 di India sebagai bahan evaluasi kebijakannya. Membuang sikap plin-plan dan kebijakan kontradiktif dalam menghadapi pandemi. Dimana semua itu telah menuai kebingungan, kebosanan sekaligus kekecewaan umat. Dampaknya ketidakpercayaan umat terhadap penguasa atas kemampuannya menghadapi pandemi satu-persatu hilang.
Ketika ketidakpercayaan itu terputus, maka hilanglah bentuk ketaatan umat kepada pemimpin. Kemudian rusaklah negara itu karena sejatinya kekuasaan ada ditangan umat.
Dunia global termasuk Indonesia menjadikan ideologi kapitalis sekuler sebagai cara pandang kehidupan. Sehingga segala sesuatu harus memisahkan agama dan dunia.
Kapitalisme tegak di asas manfaat yang berstandarkan materi. Walhasil kebijakan demi kebijakan jauh dari ruh Islam dan tidak komprehensif. Kapitalisme juga menjadikan penguasa berbelok peran yang seharusnya sebagai pengurus urusan umat berubah menjadi pengurus atau fasilitator bagi para pemilik modal (kapital). Akhirnya kepemimpinan dan kepengurusan penguasa terhadap umat ditimpa perselingkuhan ke para kapital.
Penguasa berupaya menyelesaikan pandemi namun tetap melayani hajat para kapital. Misalnya melarang mudik tapi membuka sektor wisata. Warga tidak boleh mudik, tapi WNA boleh masuk Indonesia. Acara hajatan seorang ulama di perkara sementara acara pernikahan youtuber direstui. penguasa seolah tidak fokus persoalan mana yang hendak dibenahi.
Apakah menyelesaikan pandemi ataukah perbaikan ekonomi. Lantas berjalanlah keduanya bersamaan dengan kondisi jatuh bangun.
Berkali-kali kita menyaksikan betapa sistem kapitalisme kewalahan bahkan tak mampu menyelesaikan pandemi. Berbeda dengan Islam yang telah berpengalaman menyelesaikan pandemi. Islam memiliki daya cegah yang tinggi terhadap potensi rapuhnya ekonomi yang bermula dari penegakan syariat syariat Islam secara sempurna dan bersistem. Lalu terbentuk corak masyarakat yang memiliki perasaan dan pemikiran yang satu yakni Islam.
Hal yang perlu diketahui sebelumnya bahwa Islam tidak pernah meridhoi pemisahan agama dan kehidupan dunia. Agama (islam) justru yang menjadi aturan dan standar hukum semua bidang. Artinya akan ada suasana takwa yang sangat kuat. Masyarakat bersistem Islam inilah modal untuk menciptakan penguasa yang amanah dan bersungguh-sungguh menjaga keselamatan nyawa, harta dan kehormatan rakyatnya. Dia akan mendengarkan arahan para ahli tanpa ada timbangan manfaat secara materi. Sebab setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas jabatannya di hadapan Allah kelak.
Mewujudkan kondisi tersebut butuh kesadaran dan kesepakatan bersama bahwa Islam adalah ideologi yang mampu menjadi problem solving untuk umat. Ideologi islam berisikkan aturan-aturan kehidupan yang bersumber dari Tuhannya manusia, penciptanya manusia. Tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi yang beriman, penyelamat bagi siapapun.
Berkali-kali kapitalisme gagal, berkali-kali pula Allah memberikan pelajaran bahwa aturan manusia sangat lemah. Karunia akal yang kita miliki hendaknya menjadikan kita mau berfikir cemerlang dengan hati yang jujur bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Tiada hukum selain hukumNya. Jangan sampai kita menjadi kaum tersesat karena enggan mengambil pelajaran dari peristiwa.
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (Qs. Ibrahim: 59)
Oleh: Dewi Murni, Aktivis Dakwah Balikpapan, shafiyyahallatif@gmail.com