Digitalisasi Layanan di Kaltim Dinilai Setengah Hati, DPRD Soroti Maraknya Perantara hingga Potensi Pungli

Samarinda – Transformasi pelayanan publik di Kalimantan Timur dinilai belum benar-benar berjalan, meski berbagai instansi telah mengklaim menerapkan digitalisasi layanan. Kondisi ini justru memunculkan ironi: masyarakat tetap harus mengurus dokumen secara manual, membuka celah maraknya jasa perantara hingga potensi pungutan liar.

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, menyebut problem utama muncul dari ketidakmampuan pemerintah daerah mengintegrasikan sistem data lintas sektor. Akibatnya, meskipun data kependudukan dan objek layanan sebenarnya telah tersimpan secara digital, masyarakat tetap diminta menunjukkan dokumen fisik yang sering kali sulit dipenuhi.

Bacaan Lainnya

“Bayar pajak itu kewajiban warga negara, tetapi prosesnya jangan sampai mempersulit. Layanan harus cepat, sederhana, dan responsif,” tegasnya.

Ia mencontohkan persyaratan KTP asli untuk proses balik nama kendaraan atau pembayaran pajak kendaraan yang menunggak lebih dari lima tahun. Banyak warga kesulitan mendapatkan dokumen pemilik lama karena faktor meninggal dunia, pindah domisili, atau dokumen yang sudah hilang.

“Memaksakan syarat KTP asli jelas merepotkan. Pemerintah bisa membuka opsi lain, seperti surat keterangan atau validasi digital,” katanya.

Menurut Sigit, digitalisasi semestinya memangkas rantai administrasi, bukan sekadar memindahkan formulir kertas ke dalam website. Ia menekankan bahwa data kendaraan dan identitas pemilik sudah terekam, sehingga teknologi dapat dimanfaatkan untuk verifikasi cepat.

Selain itu, ketidaksinkronan antara regulasi pusat dan implementasi daerah juga memperlambat penyederhanaan layanan. Di beberapa sektor, intervensi tertentu disebut ikut memperlambat proses pembaruan.

Sigit mengingatkan bahwa prosedur yang berbelit menciptakan celah pungli dan memicu tumbuhnya jasa “jalan pintas” yang kerap membebani masyarakat.

Ia meminta warga untuk mengurus administrasi secara mandiri dan tidak mudah tergiur tawaran bantuan yang belum tentu legal.

“Ketidakpastian prosedur itu selalu dimanfaatkan oknum. Karena itu masyarakat harus lebih hati-hati,” tutupnya.*

Pos terkait