Kaltimku.id, BALIKPAPAN — Presiden Joko Widodo telah menetapkan Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai Ibu Kota Negara (IKN) baru, pengganti DKI Jakarta, yakni Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar). Namun hal tersebut belum memberi dampak pada lonjakan warga pendatang yang masuk di Kota Balikpapan, sebagai kota penyangga IKN, sampai saat ini.
“Angka warga luar yang masuk Kota Balikpapan sampai saat ini belum begitu signifikan,” ujar Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Balikpapan, Hasbullah Helmi, Senin (22/11/2021).
Menurut dirinya, sampai saat ini jumlah penduduk luar yang masuk ke Kota Balikpapan masih belum terlalu tinggi. Bahkan dari catatan yang dimiliki Disdukcapil Kota Balikpapan, setiap bulannya warga pendatang yang masuk berkisar di antara 1200 sampai 1500 orang.
Sementara, untuk warga yang pindah dari Balikpapan ke luar daerah pun masih berkisar diangka 700 sampai 1000 orang. “Jadi jumlahnya itu tidak terlalu tinggi sebenarnya,” ujar Helmi.
Kalau pun ada pertumbuhan jumlah pendatang yang masuk, lanjutnya, Pemkot Balikpapan nantinya akan mengkaji aturan yang akan diberlakukan guna mengantisipasi banyaknya pendatang yang masuk di Balikpapan.
Pastinya, jelas Helmi, saat ini aturan kependudukan sudah diatur di dalam undang-undang yang mana semuanya sudah terintegrasi langsung dari pusat. Sehingga aturannya nanti akan dikomunikasikan bersama pusat dan dilakukan kajian bersama-sama.
Seperti aturan yang sudah diberlakukan oleh beberapa daerah, salah satunya kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), di mana pendatang yang masuk harus memastikan alamat tujuan pendatang tersebut, dan pihak kelurahan harus melakukan kroscek terlebih dahulu.
“Jadi di Surabaya kalau ada pendatang yang masuk harus jelas, kelurahan akan memastikan benar atau tidak warga yang datang tinggal di alamat tersebut,” bebernya.
“Terus rumah yang ditinggali nantinya rumah milik siapa, ada izin dari yang punya rumah atau tidak, semuanya di kroscek,” tambahnya.
Kalau misalnya rumah atau tanah yang ditempati pendatang tersebut tidak jelas atau ilegal, pemerintah setempat tidak akan memberikan KTP untuk menjadi warga setempat, kemungkinan besar dipulangkan kembali ke daerah asal.
“Jadi tidak ada lagi uang jaminan tinggal, kalau tidak jelas, kembali dipulangkan ke daerah asal,” pungkasnya, menegaskan.*
Wartawan: Ariel S