Kaltimku.id, BARABAI — Gebrakan Dewan Kesenian Daerah (DKD) Hulu Sungai Tengah (HST) pimpinan Muhammad Yani menggelar sarasehan seni budaya dan pameran di Kota Barabai, Kalimantan Selatan (Kalsel), 27-28 Januari 2022, terbilang sukses dan menggembirakan.
Kenapa? Sarasehan itu membuat para pelaku seni dan budaya di “Bumi Murakata” HST seolah bangkit dan terhipnotis. Terpanggil kembali untuk mengangkat warisan tradisional budaya Wayang Banjar beragam versi dengan sentuhan inovasi era sekarang atau era dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
“Ini yang menggembirakan. Sekarang saatnya kita bangkit dan menyamakan persepsi untuk mengangkat kembali khasanah Wayang Purwa Banjar di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti sekarang,” ucap Ketua Panpelnya, Arie Yuandani seusai sarasehan itu.
Bicara kepada awak media di Barabai, Sabtu (29/1/2022), Arie yang seniman pemahat dan pelukis ini menyebut, sarasehan dengan topik “Narasi Yang Hilang di Balik Umbayang Wayang” itu mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Tak hanya Bupati HST Aulia Oktafiandi sendiri yang membuka kegiatan ini, tapi Kepala Taman Budaya Kalsel pun hadir dan mengapresiasi.
Arie menyebut, Kepala Taman Budaya Kalsel menyambut baik sarasehan ini lantaran HST menjadi daerah pertama di ‘Bumi Lambung Mangkurat’ Kalsel yang membedah seni budaya Wayang Banjar melalui sarasehan. Sebelumnya, Wayang Purwa Banjar hanya disuguhkan melalui pementasan atau pertunjukan saja.
Menurut Ari, saat ini tak perlu lagi ada perbedaan pendapat dan persepsi. Tapi, para seniman Wayang Banjar seperti Dalang dan personel penabuh gamelannya yang bermarkas di Desa Barikin — Haruyan, HST, sudah sepakat mengangkat kembali budaya kesenian turun temurun ini dengan beragam versi sesuai tuntutan kemajuan dunia TIK.
Artinya, mereka yang tetap ingin melakoni Wayang Banjar versi tradisional silakan. Lantas mereka yang menginovasikan Wayang Banjar dengan versi animasi, kartunis, audio visual, dengan tokoh cerita berbeda juga silakan berkreasi, sehingga khasanah Wayang Purwa Banjar akan tetap hidup dan lestari.
Sarasehan seni budaya yang menghadirkan pemantik Guru Budaya dari Magelang (Jateng), Eyang Bambang Eka Prasetya dan Penyaji Materi dari Tim Penelitian Balai Bahasa Kalsel ini cukup semarak dan menarik. Silang pendapat pun terjadi di antara para audien.
Dalang Taufik Rahmat Hidayat atau akrab disapa Dalang Upik pun bicara. Upik setuju penokohan Wayang Banjar dalam cerita Mahabarata atau Ramayana, misalnya, diganti tokoh lain. Tapi, ia yang Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kalsel ini tak setuju kalau gamelan pengiringnya diganti musik lain, kecuali tetap suara gong, gendang atau babun, serunai, dan karawitan lainnya.
Lantas Dede Hidayatullah — satu dari lima peneliti dari Tim Balai Bahasa Kalsel — menyebut, keunggulan Wayang Banjar ada pada Dalang. Dalang lah yang berperan mengalurkan cerita sekaligus sebagai sinden. Beda dengan di Jawa, Ki Dalang itu sendiri dan sindennya juga sendiri.
Tapi, kelemahan Wayang Banjar, sebut dia, tidak terdokumentasikan dengan baik. Dia menyebut, tidak ada naskah dan satu pun judul ceritanya, audio visualnya, kecuali judul dan ceritanya ada dan bisa dilihat saat panggung pementasan. Padahal, di Balai Bahasa Kalsel ada ratusan cerita rakyat yang sangat bisa diangkat melalui seni pertunjukan Wayang.
Bagaimana Eyang Bambang Eka menyikapi silang pendapat ini? Ia mengaku l kurang setuju silang pendapat ini dipertentangkan, kecuali harus disandingkan kalau mau mengangkat kembali kejayaan Wayang Banjar di masa sekarang.
“Kegiatan sarasehan ini luar biasa. Semangat para pelaku seni dan budaya di HST tinggi sekali untuk mengangkat dan menghidupkan kembali kesenian budaya Wayang Banjar ini,” kesan Eyang Bambang kepada awak media ini secara terpisah.*
(JJD, Wartawan Senior Kalimantan)