Samarinda, Kaltimku.id – Pengerjaan median jalan di beberapa ruas Kota Samarinda kembali menjadi perhatian publik setelah sejumlah titik dinilai tidak rapi dan justru menimbulkan risiko baru bagi pengguna jalan. Kritik tersebut kini mengarah pada lemahnya pengelolaan proyek infrastruktur, terutama dalam menghadapi curah hujan tinggi yang menjadi karakteristik wilayah tersebut.
Anggota DPRD Kaltim, Andi Muhammad Afif Rayhan Harun, menegaskan bahwa pola kerja kontraktor yang membongkar median jalan sebelum material tersedia jelas menunjukkan kurangnya mitigasi sejak tahap perencanaan. Menurutnya, keputusan tersebut tidak hanya mengganggu estetika, tetapi juga mengundang risiko keselamatan.
“Jika median dibongkar lebih dulu, risiko limpasan air meningkat. Ini bukan sekadar masalah estetika jalan, tapi menyangkut keselamatan,” ujarnya.
Afif mengungkapkan bahwa beberapa titik, termasuk di Jalan Pahlawan, dibiarkan terbuka pada saat kondisi cuaca rawan hujan. Akibatnya, permukaan jalan tampak tidak rata, licin, dan berpotensi membahayakan pengendara, terutama pada jam-jam padat lalu lintas.
Ia menilai bahwa proyek yang disebut menelan anggaran sekitar Rp5 miliar itu perlu dikaji ulang dari sisi teknis dan manfaatnya. Jika pengerjaan justru memicu gangguan baru, bukan tidak mungkin masyarakat merasa dirugikan oleh keputusan pemerintah.
“Sebelum material datang, median sudah hilang. Ini menunjukkan tahapan tidak jelas dan minim persiapan lapangan,” tegasnya.
Afif menjelaskan bahwa proyek infrastruktur seharusnya berbasis mitigasi dan mampu mengantisipasi dampak lingkungan, pengalihan arus lalu lintas, hingga risiko banjir lokal akibat pembongkaran jalur median. Tanpa pendekatan tersebut, manfaat pembangunan menjadi tidak maksimal.
“Masyarakat akhirnya yang harus menanggung risiko. Mereka melewati jalan yang tidak aman hanya karena kontraktor mengejar progres,” kritiknya.
DPRD Kaltim meminta pemerintah Samarinda melakukan evaluasi menyeluruh terkait pola perencanaan dan pelaksanaan proyek, terutama yang tidak mempertimbangkan kalender cuaca serta analisis risiko. Ia menegaskan bahwa pengawasan tidak boleh berfokus pada hasil akhir saja, tetapi harus dimulai sejak tahap awal pengerjaan.
“Kalau pendekatan mitigasinya tidak jelas, kualitas hasil dan manfaatnya juga sulit,” tutup Afif.*






