Samarinda, Kaltimku.id — Pesatnya perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pola interaksi sosial dan cara anak-anak mengakses informasi. Namun, kemajuan ini tidak datang tanpa risiko.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Yakob Pangedongan, menegaskan pentingnya peran keluarga sebagai garda terdepan dalam menjaga anak-anak dari dampak negatif penggunaan gadget yang berlebihan.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa fenomena anak-anak yang menghabiskan waktu terlalu lama di depan layar gadget kini menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua. Anak-anak dengan mudah mengakses berbagai konten dari internet, tetapi belum tentu memiliki kemampuan untuk menyaring mana yang baik dan mana yang berbahaya.
“Ini persoalan yang kompleks. Perkembangan teknologi memang tidak bisa kita hindari, tetapi kontrol tetap harus ada. Keluarga harus menjadi filter utama dalam membentuk karakter anak di era digital,” ujarnya.
Yakob menyarankan agar keluarga membuat kesepakatan internal yang mengatur kapan dan berapa lama anak boleh menggunakan gadget. Menurutnya, pembatasan ini bukan untuk membatasi kreativitas anak, tetapi justru untuk melatih mereka mengelola waktu dan memperbanyak interaksi nyata dengan lingkungan sekitarnya.
“Bisa diterapkan aturan sederhana seperti larangan memegang HP pada jam makan, waktu belajar, atau sebelum tidur. Saat-saat itu seharusnya diisi dengan kegiatan yang membangun, seperti belajar bersama, berdoa, atau berdialog dengan keluarga,” jelasnya.
Lanjut, ia mengatakan bahwa pendidikan karakter yang kuat tidak bisa semata-mata diserahkan kepada sekolah. Fondasi nilai-nilai moral dan etika justru harus ditanamkan sejak dini di lingkungan rumah.
“Kalau karakter anak tidak dibentuk sejak kecil, mereka akan tumbuh dengan orientasi pada kepuasan instan, tanpa empati, dan rentan terhadap pengaruh buruk dari luar. Ini sangat berbahaya jika dibiarkan,” tambahnya.
Yakob juga mendorong agar Pemerintah Kota Samarinda, melalui Dinas Pendidikan dan instansi terkait lainnya, mengembangkan program edukasi tentang literasi digital yang menyasar orang tua. Menurutnya, tidak semua orang tua memahami cara kerja dunia digital, padahal mereka diharapkan menjadi pengawas utama bagi anak-anak.
“Kita tidak bisa hanya menyalahkan anak-anak karena kecanduan gadget. Orang tua juga perlu dibekali pemahaman agar mereka tahu bagaimana mengarahkan anak dalam menggunakan teknologi secara sehat dan bijak,” tuturnya.
Ia mengapresiasi berbagai inisiatif komunitas maupun lembaga pendidikan yang sudah mulai menyuarakan pentingnya digital parenting. Namun menurutnya, upaya tersebut perlu diperluas dengan dukungan kebijakan dan anggaran pemerintah.
Yakob menekankan bahwa jika tidak ditangani dengan serius, kecanduan gadget pada anak dapat menimbulkan dampak jangka panjang, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Di antaranya adalah gangguan tidur, menurunnya kemampuan bersosialisasi, hingga munculnya gangguan kecemasan atau perilaku agresif.
“Anak-anak kita adalah generasi penerus. Kalau sejak kecil sudah terbiasa dengan dunia digital tanpa arah dan batas, kita akan menghadapi generasi yang canggih secara teknologi tetapi miskin karakter,” tegasnya.
Terakhir, Yakob mengajak semua pihak untuk bersinergi menjaga masa depan generasi muda di era digital ini. Keluarga, sekolah, komunitas, dan pemerintah harus bekerja sama menciptakan lingkungan yang sehat secara digital dan bermuatan nilai-nilai positif.
“Zaman boleh berubah, teknologi boleh berkembang, tetapi nilai-nilai dasar seperti tanggung jawab, empati, dan akhlak tidak boleh ditinggalkan. Dan itu semua dimulai dari rumah,” pungkasnya.**