Samarinda, Kaltimku.id – Menjelang perayaan Idulfitri 2025, DPRD Samarinda menegaskan pentingnya kepatuhan perusahaan dalam membayarkan tunjangan hari raya (THR) kepada para pekerja.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, menyoroti bahwa THR harus dibayarkan paling lambat sepuluh hari sebelum Lebaran. Jika ada perusahaan yang tidak mematuhi aturan ini, mereka bisa dikenakan denda dan sanksi administratif.
Menurutnya, THR merupakan hak yang wajib diterima pekerja sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Pembayaran THR tepat waktu bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga bentuk kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Ia mengingatkan perusahaan untuk tidak menunda atau bahkan menghindari pembayaran THR, karena hal itu bisa merugikan pekerja yang bergantung pada dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan Lebaran.
“Saat saya bekerja di perusahaan yang memiliki serikat kerja, ada perjanjian kerja bersama (PKB) yang menetapkan bahwa THR harus dibayar paling lambat H-10 sebelum Lebaran. Jika terjadi keterlambatan, perusahaan wajib membayar denda sebesar empat persen dari total THR,” ungkapnya.
Ketentuan mengenai pemberian THR keagamaan tahun ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2025 bagi pekerja/buruh di perusahaan.
Di mana THR keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Dengan besaran upah satu bulan bagi pekerja yang sudah bekerja selama 12 bulan. Sedangkan bagi pekerja yang kurang dari itu, maka perhitungan didasarkan perhitungan, yaitu masa kerja 12 x satu bulan upah.
Pemerintah juga menegaskan bahwa pembayaran THR harus dilakukan secara penuh dan tidak boleh dicicil. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pekerja dapat memanfaatkan dana THR dengan maksimal untuk keperluan hari raya.
Lebih lanjut, Anhar menegaskan bahwa perusahaan yang terlambat atau bahkan tidak membayarkan THR kepada karyawan akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika terjadi keterlambatan pembayaran THR, perusahaan diwajibkan untuk membayar denda sebesar empat persen dari total THR yang harus dibayarkan.
Selain itu, keterlambatan pembayaran gaji juga menjadi perhatian DPRD Samarinda. Jika perusahaan membayar gaji karyawan melewati tanggal yang telah disepakati, maka karyawan berhak menerima tambahan kompensasi sebesar 1 hingga 2 persen dari total gaji.
“Kami mengingatkan perusahaan untuk tidak bermain-main dengan hak pekerja. THR adalah bagian dari kesejahteraan karyawan yang harus dipenuhi. Jangan sampai ada perusahaan yang mengulur-ulur pembayaran atau bahkan tidak membayar sama sekali,” tegasnya.
Bagi pekerja yang tidak menerima THR atau mengalami keterlambatan pembayaran, Anhar menyarankan agar mereka segera melaporkan kasus tersebut ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda. Laporan bisa disampaikan secara langsung ke kantor Disnaker atau melalui posko pengaduan THR yang biasanya dibuka menjelang hari raya.
Pemerintah daerah akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dan memastikan bahwa perusahaan yang melanggar aturan dikenakan sanksi sesuai ketentuan.
“Jika ada perusahaan yang tidak membayarkan THR, jangan ragu untuk melaporkan ke Disnaker. Mereka akan menindaklanjuti dan memastikan hak pekerja tetap terpenuhi,” tegasnya.
Pemerintah terus berupaya untuk memastikan bahwa setiap pekerja di Indonesia mendapatkan hak-haknya sesuai ketentuan perundang-undangan. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah semakin memperketat pengawasan terhadap perusahaan yang tidak mematuhi aturan ketenagakerjaan, termasuk kewajiban pembayaran THR.
Selain membuka posko pengaduan, Disnaker Samarinda juga akan melakukan inspeksi dan pengecekan ke sejumlah perusahaan untuk memastikan bahwa aturan pembayaran THR dipatuhi.
Dengan adanya aturan yang jelas serta pengawasan dari DPRD dan Disnaker, diharapkan seluruh perusahaan di Samarinda dapat memenuhi kewajiban mereka dalam membayarkan THR tepat waktu. Hal ini tidak hanya memberikan kesejahteraan bagi pekerja, tetapi juga menciptakan iklim kerja yang lebih sehat dan kondusif.
“Semoga tidak ada lagi kasus perusahaan yang mengabaikan hak pekerja. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap karyawan menerima haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.***