DPRD Samarinda Siap Jadi Penengah Polemik Pendirian Gereja Toraja Sungai Keledang

Samarinda, Kaltimku.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda menyatakan kesiapannya untuk turun tangan menjadi fasilitator dalam menyelesaikan persoalan terhambatnya pendirian Gereja Toraja Sungai Keledang di Kecamatan Samarinda Seberang. Langkah ini diambil guna mencari titik temu di tengah perbedaan pendapat yang muncul di masyarakat.

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie, mengatakan bahwa setiap pembangunan rumah ibadah memiliki mekanisme yang telah diatur secara resmi. Pihaknya mengingatkan, semua proses harus mengacu pada regulasi agar tidak menimbulkan persoalan hukum maupun konflik sosial.

Bacaan Lainnya

“Proses pendirian rumah ibadah jelas diatur. Jika semua syarat terpenuhi, seharusnya tidak ada alasan untuk menghambat. DPRD siap menjadi fasilitator agar semua pihak merasa didengar,” tegasnya.

Ia mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, yang mengatur berbagai ketentuan administratif. Syarat itu antara lain daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah minimal 90 orang, dukungan dari 60 warga sekitar yang disahkan lurah, serta rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Namun, dalam kasus Gereja Toraja ini, Kemenag Samarinda belum mengeluarkan rekomendasi resmi. Alasannya, mempertimbangkan aspek kondusifitas wilayah serta adanya sebagian warga yang belum menyetujui pembangunan rumah ibadah tersebut.

Menurut Novan, setiap keberatan yang muncul harus dikelola dengan dialog, bukan penundaan yang berlarut-larut. “Kalau syarat administrasi dan kaidah lingkungan sudah terpenuhi, saya kira tidak ada masalah. Justru ini harus segera dicarikan jalan tengahnya,” katanya.

DPRD berencana menginisiasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mengundang seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pihak gereja, pemerintah, Kemenag, FKUB, hingga tokoh masyarakat. Novan menegaskan, forum ini akan menjadi wadah klarifikasi dan mediasi agar tidak ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil.

“Kami tidak ingin proses ini terkesan dipersulit. Prinsipnya, kita hidup di negara yang mengakui keberagaman agama. Semua pihak berhak beribadah sesuai keyakinannya, asalkan mematuhi aturan yang berlaku,” ujarnya.

Terakhir, DPRD akan mengawal proses ini hingga ada solusi yang menguntungkan semua pihak.

“Kerukunan warga adalah prioritas, tapi hak konstitusional beribadah juga harus dijamin,” pungkasnya.*

Pos terkait