Samarinda, Kaltimku.id – Sikap Walikota Samarinda dalam menangani Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melakukan kesalahan menjadi sorotan tajam dari Komisi III DPRD Samarinda. Perbedaan perlakuan terhadap OPD yang bermasalah dinilai bisa menimbulkan ketidakadilan dan berisiko menciptakan friksi dalam internal pemerintahan.
Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menyoroti kasus yang terjadi pada Dinas Perhubungan (Dishub) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Menurutnya, Dishub langsung mendapat teguran keras dari Walikota setelah satu kali melakukan kesalahan terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD) parkir. Sementara itu, PUPR, yang disebut-sebut telah berulang kali bermasalah dalam proyek infrastruktur, tampaknya tidak mendapat sanksi tegas yang sepadan.
“Kita berharap tidak ada perbedaan perlakuan terhadap OPD. Jangan sampai ada anggapan bahwa ada yang dilindungi dan ada yang dikorbankan. Jika kepala dinas A ditegur keras karena kesalahan tertentu, maka kepala dinas lainnya yang melakukan kesalahan serupa juga harus mendapat perlakuan yang sama,” ujarnya.
Perbedaan perlakuan ini, menurut Rohim, tidak hanya menimbulkan kesan pilih kasih, tetapi juga berpotensi memicu ketidakharmonisan dalam tubuh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Jika satu OPD merasa diperlakukan lebih keras dibandingkan OPD lain, maka rasa ketidakadilan dapat muncul dan berdampak pada menurunnya motivasi kerja pegawai.
“Kalau ada perbedaan dalam pemberian teguran atau sanksi, itu bisa menimbulkan friksi di internal pemerintahan. OPD yang merasa dianaktirikan bisa kehilangan motivasi dalam menjalankan tugasnya. Dampaknya tentu akan berimbas pada kinerja keseluruhan pemerintahan,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menilai bahwa ketidakadilan dalam menindak OPD yang bermasalah dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Jika masyarakat melihat ada instansi yang mendapatkan perlakuan istimewa meski berulang kali melakukan kesalahan, sementara yang lain langsung mendapat teguran keras, maka citra Pemkot Samarinda bisa tercoreng.
“Kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa menurun jika ada kesan tebang pilih dalam memberikan sanksi. Ini berbahaya karena bisa merusak kredibilitas pemerintah di mata masyarakat,” lanjutnya.
Sorotan terhadap PUPR semakin kuat mengingat OPD ini mengelola anggaran yang besar dan bertanggung jawab atas proyek-proyek infrastruktur yang langsung berdampak pada masyarakat. Beberapa proyek yang ditangani oleh PUPR, seperti pembangunan Tugu Pesut yang menuai kontroversi, proyek Teras Samarinda yang dianggap kurang optimal, serta persoalan jalan dan drainase yang belum terselesaikan, menjadi sorotan DPRD dan masyarakat.
“PUPR memiliki tanggung jawab besar dalam pembangunan kota. Jika ada kesalahan yang berulang kali terjadi, seharusnya ada evaluasi menyeluruh dan tindakan tegas. Jangan sampai ada kesan bahwa OPD yang menangani proyek bernilai besar justru mendapatkan perlakuan lebih lunak,” kata Rohim.
Ia menekankan bahwa PUPR harus lebih transparan dalam menjalankan programnya, terutama dalam penggunaan anggaran yang berasal dari uang rakyat. Jika ada proyek yang tidak berjalan sesuai perencanaan atau mengalami kendala, seharusnya ada laporan yang jelas dan tindakan korektif yang tegas dari pemerintah.
“Kita tidak ingin ada proyek yang dibiarkan mangkrak atau tidak selesai dengan kualitas yang baik. Jika ada permasalahan, harus segera dievaluasi dan diperbaiki. Pemerintah tidak boleh hanya menegur satu OPD sementara OPD lain dibiarkan,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rohim juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan OPD di Samarinda. Menurutnya, semua OPD harus menjalankan tugasnya secara profesional, dan jika ada pelanggaran, harus ada mekanisme evaluasi yang jelas dan konsisten.
“Kalau ada OPD yang berulang kali melakukan kesalahan, harus ada evaluasi menyeluruh. Jangan sampai ada kesan bahwa ada OPD yang dilindungi dan ada yang dikorbankan. Ini penting untuk menjaga profesionalisme dalam pemerintahan,” ucapnya.
Sebagai bagian dari Komisi III DPRD Samarinda yang mengawasi bidang infrastruktur dan tata kelola pemerintahan, Rohim menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau kebijakan yang diambil oleh Pemkot Samarinda. Jika ditemukan adanya ketidakadilan dalam pemberian sanksi terhadap OPD, DPRD akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.
“Kami di DPRD memiliki fungsi pengawasan, dan kami akan terus mengawal kebijakan di Kota Samarinda. Jika ada ketidakwajaran dalam penegakan disiplin terhadap OPD, kami akan mempertanyakan dan meminta klarifikasi dari pemerintah,” tegasnya.***