Jurnalis: JJD
Kaltimku.id, BARABAI — Puluhan petani di kawasan Pudak, Desa Pandanu, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), harus kerja ekstra. Saban hari harus ke sawah untuk menjaga tanaman padi yang mengurai dari ancaman hama burung pipit.
“Serangan pipit di sini banyak, pak. Sekali turun ke padi bisa ratusan ekor lebih atau terlihat seperti kelambu buruk pang,” ujar Pak Gabih, petani dari Dusun Pudak, Desa Pandanu, kepada media ini, akhir Januari 2024..
Gabih yang nama aslinya Supiani tiap hari harus pergi ke sawah. mengusir pipit. Seharian penuh ia dan istrinya meninggalkan anak anak di rumah, guna menghalau gerombolan pipit yang menyerbu padinya sambil bernaung di pondok kecil nan sederhana.
“Seharian pang kami di pondok ini. Mulai dari pagi sampai pukul 17.00 atau kadang menjelang Maghrib, kami baru bisa pulang ke rumah, saat burung sudah tak ada lagi,” timpal istrinya.
Cara Gabih menghalau serbuan burung pipit begini. Seutas tali nilon kecil ia bentangkan. Diikat dan dihubungkan ke turus turus batang pohon kecil dengan memanjang ke tengah hamparan padi sejauh mata memandang.
Lantas di atas tali temali turus demi turus itu diberi gantungan rumbai. Semacam bendera benderaan seperti baju kaos bekas dan ada pula kain bendera berlogo partai politik hingga suasananya semarak.
Menariknya, saat tali nilon ditarik dari pondok atau disebut “rampa” terdengar bunyi klotak klotik dari blek bekas yang juga dipasang. Lantaran suara dan kiwir kiwir ala bendera itulah gerombolan pipit tak berani turun ke hamparan padi yang sedang berbunga atau mulai berisi tersebut.
Cara Pak Gabih ini pun dilakoni petani lainnya. Sontak saja suara klotak klotik ditambah suara orang yang “mahaga” (mengusir) burung “haa.. huuu..hayooo…” itu bersahut-sahutan. Dari hamparan padi sawah Gabih ke sawah para petani lainnya hingga terdengar riuh dan ramai.
Kenapa ini harus dilakoni Gabih dkk? “Padi padi nang mulai berisi inilah nang paling disukai burung. Harus kita “haga” pang, mun kada pasti buahnya hampa dan kita takkan dapat hasil apa apa,” Gabih dan petani lainnya agak prihatin.
Bagaimana dengan hama tikus dan wereng? Gabih dan rekannya tak memersoalkan. Serangan tikus yang mengerat batang padi coba diantisipasi dengan dinding plastik pada sekeliling areal sawah hingga relatif aman dari serbuan tikus.
Luasan tanaman padi milik Gabih merupakan bagian dari 60-an hektar padi yang sebagian sudah mengurai di lokasi persawahan Pudak dan sekitar. Padi padi ini ditanam saat musim kering atau dengan sistem “tugal” (ladang), sehingga saat musim air seperti sekarang siap siap panenan.
“Insya Allah, sebulan lagi kita bisa panen. Hanya saja hama burung pipit ini yang membuat kita harus meronda atau berjaga jaga setiap hari,” Gabih dan istrinya menutup pembicaraan. Semoga!***