Catatan Ringan Workshop Jurnalistik Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Balikpapan
SELAMA tiga hari, Kamis – Sabtu (10-12 Juli 2025), saya bersama sejumlah orang-orang yang penuh semangat dan potensi berkumpul di Lantai 4 Ruang 1, Dinas Perpustakaan dan Arsip (Disputakar) Balikpapan, Gunung Pasir, Balikpapan Tengah, Kota Balikpapan.
Pertama saya ingin kita semua memahami apa sih “Jurnalis” itu? Kata “jurnalis” dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris, yaitu “journalist”, yang pada akhirnya berasal dari bahasa Prancis “journal”. “Journal” sendiri dalam bahasa Prancis merujuk pada catatan harian atau surat kabar. Jadi, secara bahasa, kata “jurnalis” memiliki akar dari bahasa Prancis dan Inggris. Begitu yang saya kutip dari sebuah sumber.
Hari pertama, Kamis (10/7/2025), pertemuan kami awali dengan saling memperkenalkan diri. Saat itu yang hadir ada sembilan orang, dua pria dewasa, lima pria remaja yang masih berstatus pelajar dan dua wanita remaja, juga masih pelajar.
Awalnya saya agak kagok juga ketika melihat ada dua pria dewasa hadir di ruang di mana saya akan memberikan atau menguraikan seluk beluk jurnalistik, sesuai kemampuan dan pengalaman yang saya miliki selama tiga dasawarsa perjalanan saya di dunia kewartawanan di Kaltim.
Saya memang tidak memakai atau memanfaatkan perangkat dalam acara yang dilabeli “Workshop Jurnalistik” oleh pihak Disputakar. Saya cuma menguraikan apa-apa yang menjadi dasar dan kiat wawancara seorang jurnalis kepada Nara sumber. Etika dan sopan santun selalu saya tekankan saat melaksanakan tugas jurnalis di mana saja.
Dalam tiga hari kebersamaan tersebut, saya sedikit menangkap karakter para calon jurnalis, yang pada hari terakhir malah kedatangan dua peserta lagi, seorang wanita muda yang mengaku bekerja di kantor notaris dan seorang pria berkaca mata berstatus mahasiswa.
Tentu saja, kedua peserta yang hadir di sesi terakhir, telah kehilangan dua hari pertemuan sebelumnya, sehingga (mungkin) menjadi kurang begitu memahami apa itu “jurnalistik”. Hari terakhir itu, semua peserta diminta untuk mewawancarai siapa saja di lingkungan Perpustakaan yang memang sedang melaksanakan sejumlah kegiatan literasi.
Kemudian, hasil dari wawancara tersebut harus diolah dalam bentuk berita. Hasilnya, ternyata cukup menggembirakan. Meski ada beberapa yang dalam catatan saya, belum begitu memahami struktur berita yang harus segera ditayangkan di media. Apalagi, sekarang ini sudah menjejak zaman digital yang serba super. Tapi saya meyakinkan, dengan terus menulis dan menulis, kelak akan menemukan jati diri masing-masing. Menjadi seorang jurnalis yang handal.
Dua pria dewasa, yakni Pak Rudyanto ternyata sudah memiliki pengalaman yang lebih dari cukup di dunia jurnalistik. Sekarang ini beliau berstatus pegawai Navigasi di Bandara Sepinggan Balikpapan. Begitu pula dengan Mas Ralin yang sudah memasuki warna warni dunia kewartawanan, meski diakuinya sendiri baru di tahun 2025 ini. Tapi setidaknya, Pak Rudy dan Mas Ralin sudah tentu paham akan apa dan bagaimana yang namanya jurnalistik.
Jurnalistik mencakup perkembangan pelaporan dan penyebaran informasi dari masa lalu hingga saat ini. Awalnya, jurnalistik ditandai dengan penyebaran informasi melalui papan pengumuman seperti “Acta Diurna” di Romawi Kuno. Di Indonesia, jurnalistik dimulai pada masa penjajahan Belanda dengan terbitnya surat kabar “Bataviasche Nouvelles” pada tahun 1744. Perkembangan selanjutnya melibatkan media cetak, radio, televisi, dan media online, serta peran pers dalam perjuangan kemerdekaan dan era reformasi.
Saya dan para calon jurnalis masa depan Kota Balikpapan memang harus terus belajar dan belajar. Jangan pernah berhenti, seperti layaknya kita bernafas, terus belajar mengasah talenta yang ada dalam diri kita masing-masing.
Sebagai penutup saya dan semua peserta Workshop Jurnalistik menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Balikpapan. Juga kepada semua yang telah memberikan apa-apa yang kami dapat selama tiga hari yang indah tersebut. Sampai jumpa di acara-acara selanjutnya.***