INDONESIA TIDAK SEDANG BERMIMPI

KALTIMKU.ID — TATAPAN matanya bagai tak berkedip. Ada kaca-kaca menggenang di bola matanya menatap megahnya kilang minyak yang berada di pesisir Teluk Kota Balikpapan, Kalimantan Timur dari ketinggian bukit Kemendur. Kilang yang saat ini sudah begitu modern. Di bola matanya yang tua dan berkaca-kaca itu, terbayang kembali kenangan masa lampau, begitu jelas bagaikan sebuah film yang diputar ulang.

Kilang minyak Balikpapan yang dibangun pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1922 untuk mengolah sumber daya alam yang melimpah di Kampung Kecil tersebut (Balikpapan), setelah sebelumnya dilakukan pengeboran minyak pertama pada tanggal 10 Februari 1897. Sumur minyak tersebut diberi nama Sumur Mathilda (Mathilde).

Bacaan Lainnya

Insinyur Belanda Jacobus Hubertus Menten (1833-1920) yang menemukan minyak di Balikpapan mendapatkan kontrak dari Kesultanan Kutai untuk hak konsesi pengeboran. Dalam perjalanan waktu, kilang minyak itu menjadi rebutan dua bangsa penjajah, Belanda dan Jepang,- untuk keperluan mesin perang mereka masing-masing.

Kondisi kilang yang berantakan setelah dihancurkan Belanda bersama sekutunya, agar kilang tak direbut militer Jepang

Militer Jepang memang langsung mengalihkan perhatian ke industri kilang, setelah mampu menaklukkan Kalimantan dan menguasai seluruh Nusantara. Namun Belanda tak ingin kilang yang mereka bangun direbut oleh Jepang. Maka, kolonial Belanda bersama sekutunya menghancurkan kilang Balikpapan dengan cara dibombardir pada tahun 1945.

Tentu saja militer Jepang sangat murka dengan telah dihancurkannya kilang yang ingin mereka rebut. Namun mereka (Jepang) tak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya gigit jari mendapatkan kenyataan yang ada. Saat itu, penduduk Balikpapan harus mengungsi ke daerah lain, seperti Sanga-Sanga untuk menghindari perang yang berkecamuk antara Belanda bersama sekutunya dan militer Jepang.

Setelah Indonesia mereka, kilang Balikpapan dibangun kembali. Dengan kapasitas cukup besar, yakni di angka 260.000 barel per hari. Kilang minyak Balikpapan menyuplai bahan bakar minyak (BBM) bagi penduduk Indonesia bagian timur. Perkembangan Balikpapan sebagai kota minyak dan gas juga berdampak pada perkembangan ekonomi dan pembangunan sosial.

Kilang RU V Balikpapan (foto: ist)

Dari tahun ke tahun, Balikpapan menjadi salah satu kota terpadat di Provinsi Kalimantan Timur dengan serbuan kaum pendatang dari luar daerah. Namun tidak bisa juga dipungkiri jika pembangunan industri minyak dan gas menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk pencemaran udara, air dan tanah. Untuk itu, di masa sekarang, pemerintah dan pihak swasta harus lebih memperhatikan masalah lingkungan dan sosial yang timbul dengan melakukan upaya pengelolaan migas yang baik dan berkelanjutan.

Merujuk data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kebutuhan minyak dan gas bumi diperkirakan akan terus meningkat. Maka, diperlukan upaya-upaya strategis untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, seperti membangun kilang baru (Grass Root Refinery/GRR) dan peningkatan kapasitas kilang (Refinery Development Master Plan), dan meningkatkan produksi migas. Sebab, jika Indonesia terus mengandalkan impor, maka ketahanan atau kedaulatan energi akan terancam.

Pada Juni 2020 silam, PT Pertamina (Persero) mulai melaksanakan proyek RDMP RU V Balikpapan. RDMP RU V Balikpapan dilaksanakan secara mandiri oleh Pertamina yang secara fisik dilaksanakan dari RDMP maupun membangun kilang baru yang direncanakan perusahaan.

Sebenarnya pada rencana awal, RDMP ditargetkan rampung pada Desember 2024, tapi kebakaran pada Crude Distillation Unit (CDU) IV pada Mei 2024 membuat kemajuan proyek mundur beberapa langkah. Kendala tersebut dibenarkan oleh Staf Humas Kilang Pertamina Balikpapan, Kahfi Haqi yang dihubungi media ini.

Kilang RU (Refinery Unit) V Balikpapan yang merupakan kilang pengolahan minyak terbesar kedua di Indonesia dengan kapasitas kilang 260 kilo barrel per day (KBPD) atau 25,2 persen dari total kapasitas kilang yang dimiliki Pertamina dengan luas area kilang 283.82 Ha, dan menyerap jumlah pekerja 1.771 orang pada Desember 2024.

Kilang RU V Balikpapan yang diproyeksikan mulai beroperasi secara komersial pada akhir tahun 2025 dengan kapasitas yang meningkat menjadi 360 ribu barel per hari. Peningkatan kapasitas tersebut tentu sangat menggembirakan, namun juga yang lebih menggembirakan dan sekaligus membanggakan, BBM yang dihasilkan dari standar Euro 2 menjadi standar Euro 5. Euro 5 merupakan satu upaya dari Uni Eropa untuk menjaga kualitas udara yang lebih bersih dan melindungi lingkungan dari polusi.

Selain menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan, proyek ini juga akan meningkatkan produksi Liquified Petroleum Gas (LPG) secara signifikan dari 48 ribu ton per tahun menjadi 384 ton per tahun, dan ini berpotensi menurunkan impor LPG sekitar 4,9% dan akan lebih menguatkan kemandirian energi serta ekonomi nasional.

Jika tiba saatnya Kilang RU V beroperasi dengan kapasitas 360 ribu barel per hari dan dengan produksi BBM yang ramah lingkungan, kebanggaan tidak saja menjadi milik sekitar 762.595 jiwa warga Kota Balikpapan. Akan tetapi juga menjadi kebanggaan bangsa Indonesia yang sudah berusia 80 tahun.

Lelaki tua itu kemudian beranjak dari bukit Kemendur, setelah merasa cukup puas dan bangga dengan kemajuan Kilang RU V Balikpapan yang pernah menjadi rumahnya sebagai seorang karyawan. ”Ya, Indonesia tidak sedang bermimpi terus dan terus meningkatkan produksi migas untuk ketahanan energi nasional demi mewujudkan Asta Cita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka,” gumamnya, seraya menyeka peluh di wajah tuanya yang dihiasi senyum bahagia.*** (Herry Trunajaya)

Pos terkait