Kelangkaan Elpiji 3 Kg Kian Parah di Samarinda, Abdul Rohim Desak Pertamina dan Pemerintah Pusat Ambil Tindakan Tegas

Samarinda, Kaltimku.id – Kelangkaan gas elpiji bersubsidi tabung 3 kilogram kembali melanda sejumlah wilayah di Kota Samarinda, menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama kelompok ekonomi menengah ke bawah. Kenaikan harga yang tidak wajar di tingkat pengecer dan sulitnya masyarakat mendapatkan elpiji melon membuat kondisi ini semakin meresahkan.

Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, secara tegas menyoroti persoalan tersebut. Ia menyampaikan keprihatinannya atas situasi yang terus berulang dan meminta Pertamina sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam distribusi elpiji bersubsidi untuk tidak lagi menganggap enteng persoalan ini.

Bacaan Lainnya

“Ini bukan pertama kali terjadi. Masyarakat sudah terlalu sering dirugikan dengan kelangkaan seperti ini. Yang harus bertanggung jawab sepenuhnya adalah Pertamina. Mereka tidak boleh hanya bicara soal data pasokan, tapi harus bisa menjamin barang benar-benar sampai ke masyarakat,” ujar Abdul Rohim.

Menurutnya, persoalan elpiji bersubsidi di Samarinda telah melewati batas toleransi. Lonjakan harga elpiji 3 kilogram di pasaran, yang semestinya dijual seharga Rp18.000 hingga Rp22.000 per tabung, kini menyentuh angka Rp70.000 hingga Rp80.000. Hal ini menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem distribusi yang berlaku selama ini.

“Kalau Pertamina bilang stok aman, lalu kenapa di lapangan harga melonjak tajam dan masyarakat sulit mendapatkan? Ini artinya distribusi tidak sampai ke tujuan. Ada yang salah dalam tata kelola di lapangan,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Rohim juga menyoroti potensi adanya penyimpangan dalam pendistribusian, termasuk kemungkinan penimbunan, pengalihan ke sektor industri, dan praktik sindikasi harga oleh oknum-oknum tertentu. Ia mengingatkan bahwa kelangkaan ini bukan hanya persoalan teknis semata, tetapi bisa jadi mencerminkan lemahnya pengawasan dan dugaan permainan di balik layar.

“Kita menduga ada pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari kekacauan ini. Kalau tidak ada langkah serius, mafia elpiji akan terus bermain, dan yang jadi korban adalah rakyat kecil,” ucapnya.

Lebih lanjut, Abdul Rohim menekankan bahwa pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan secara langsung, karena distribusi elpiji sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM. Karena itu, ia mendesak agar kedua kementerian tersebut segera turun tangan.

“Pemerintah pusat tidak boleh diam. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika dibiarkan, akan menimbulkan gejolak sosial. Pemerintah harus segera evaluasi sistem distribusi dan copot pejabat Pertamina yang gagal memastikan pasokan di daerah,” ujar Rohim.

Selain itu, ia juga mendorong masyarakat untuk tidak hanya mengeluh di media sosial atau lingkungan terbatas, tetapi aktif menyampaikan aduan dan aspirasi melalui kanal resmi, termasuk kepada DPRD, pemerintah daerah, maupun lembaga pengawasan publik seperti Ombudsman dan BPKP.

“Jika suara masyarakat makin kuat dan terorganisir, akan ada tekanan sosial dan politik yang lebih besar. Ini penting agar masalah ini tidak dipendam begitu saja,” katanya.

Sebagai bentuk tindak lanjut, Komisi III DPRD Samarinda akan memanggil pihak terkait, termasuk Dinas Perdagangan dan Pertamina, untuk meminta penjelasan dan mencari solusi konkret. DPRD juga akan mempertimbangkan menyusun rekomendasi resmi kepada pemerintah pusat untuk melakukan reformasi distribusi elpiji secara menyeluruh.

“Kami tidak akan tinggal diam. Komisi III akan segera mengagendakan rapat bersama instansi terkait untuk memastikan solusi nyata ditemukan. Kalau perlu, kami akan ajukan rekomendasi ke pemerintah pusat agar ada tindakan struktural,” pungkasnya.*

Pos terkait