PERNAKAH Anda ke Semarang? Sekadar jalan-jalan, berlibur atau mungkin menengok keluarga di ibu kota Jawa Tengah itu? Kalau ya, berarti Anda pasti mendengar Simpang Lima yang menjadi trademark atau hak merek masyarakat sebagai pusat keramaian dan alun-alun kota itu.
Di Kalimantan Selatan pun ada trademark Simpang Lima. Itulah Simpang Lima Kandangan, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS). Simpang Lima Kandangan yang terletak di kawasan simpang lima jalan itu juga sangat merakyat sebagai pusat kegiatan dan hiburan warga.
Tapi, tidak dengan di Barabai. Di ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel pun ada persimpangan lima jalan. Hanya trademarknya bukan Simpang Lima seperti di Kota Semarang atau Kandangan, tapi menjadi trademark Simpang Sepuluh.
Kenapa harus Simpang Sepuluh (Sp.10)? Siapa juga pencetus awal atau pemrakarsa penamaan Sp.10 yang mungkin hanya ada di Kota “Apam” Barabai, atau mungkin trademark satu satunya di Indonesia dan bahkan di dunia?
Belum jelas memang. Namun, nama Sp.10 di Kota Barabai ini menarik dicermati. Trademark Sp.10 seperti erat kaitannya dengan adat dan budaya warga “Banjar Pahuluan” yang memiliki sikap kreatif, ulet dan pemikiran kritis.
Benarkah? Sifat sebagian Urang Banjar memang suka “ngerumpi” atau bisik-bisik ketika melihat sesuatu hal yang agak aneh, unik, bahkan tabu sekali pun. Tak heran kalau belakangan muncullah sebutan atau istilah istilah baru yang berkembang dan ngetrend seperti trademark Simpang Sepuluh itu.
Nama Simpang Sepuluh ini sebenarnya terletak di simpang lima ruas simpang jalan. Mulanya ada perempatan jalan saja, yakni Jalan Murakata — HM Syarkawie — Keramat Muara Rasau — Keramat Manjang, plus jalan pintas (setapak) yang panjangnya tidak lebih dari 100 meteran saja.
Tapi, jalan pintas di depan Kantor Lurah Barabai Barat dan Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) HST sampai ke Masjid Al Faizin itu belakangan diperlebar. Diaspal hotmix hingga membuat jalan baru.
Nah, jalan pintas yang belum ada nama inilah yang membuat perempatan ruas Jalan Murakata — HM Syarkawie — Keramat Manjang itu bertambah lagi menjadi lima buah simpangan ruas jalan.
Siapakah pencetus ide Sp.10 itu? “Aku kada ingat persis siapa yang pertama memberikan nama Sp.10. Tapi, setahu aku, nama itu memang muncul dari sekawanan anak muda di Jalan Keramat Manjang Barabai sendiri,” ujar Syarkawie.
Syarkawie atau Awie Mahang yang pernah bermukim di Jalan Keramat Manjang itu pun lalu menguak historisnya. Ketika itu, sekira tahun 70-an, sekawanan anak muda di sana bercerita ngalor ngidul sambil duduk santai di seputaran masjid Al Faizin Manjang.
Lantas satu di antara mereka nyeletuk. “Ayo, kita jalanan dan mainan nah? Ke mana gerang? Ke sana, kita ke Simpang Sepuluh saja,” cerita Awie menceritakan “panderan” anak muda yang juga rekan rekannya itu.
Mendengar Simpang Sepuluh ini, urai Awie yang sekarang tinggal di “Kota Raja” Tenggarong, Kukar, maka kekawanan lainnya sempat bingung. Tapi, setelah ramai ramai ke Simpang Sepuluh dan mendapat penjelasan dari rekan asal tadi, mereka pun akhirnya manggut manggut mengiyakan.
Menurut Awie — mantan Jupen kawakan semasa Menpen Harmoko (alm) — sebutan Sp.10 itu menggambarkan adanya satu sikap kititis dan kreatifnya Urang Banjar seperti di Banua Anam, terutama di Barabai. Kenapa? Bayangkan, tiap sudut simpang lima ruas jalan itu saja sempat ia hitung atau kalkulasikan kiri dan kanannya.
Artinya, kalau ada lima simpang jalan dikali dua sudut kiri dan kanan, tentu hasilnya menjadi sepuluh simpang. Maka, jadilah simpang lima itu sebagai trademark Simpang Sepuluh yang mungkin hanya ada di “Bumi Murakata” Barabai.
Adakah pesona yang menarik di kawasan itu? Oh, tentu ada. Di tengah-tengah persimpangan sudah berdiri kokoh sebuah tugu atau monumen Adipura yang disabet Kota Barabai selama 6 kali sejak 2012. Monumen itu pun dihiasi atau dikelilingi taman bunga nan indah dan teratur rapi.
Bukan itu saja. Keberadaan Sp.10 pun sangat memudahkan masyarakat berinteraksi. Selain dekat dengan Pasar Keramat, pasar sentral pangan di Barabai, di kawasan ini ada pula berbagai fasilitas umum (fasum) yang tersedia.
Sebutlah misalnya RSHD (Rumah Sakit Haji Damanhuri) Barabai yang hanya berjarak sekitar 100 meter. Lantas masjid Al Faizin, Kantor Lurah Barabai Barat, pangkalan ojek, bengkel dan asesoris mobil dan motor, plus aneka kuliner khas selera ‘Urang Banua’ dan lainnya.
Seabrek alasan di atas memang tak terlalu mengada-ada. Nama Simpang Sepuluh tetap saja Simpang Sepuluh. Sampai kapan trademark itu? Wallahu’alam!*
Penulis: JJD, Jurnalis Senior Kalimantan