BALIKPAPAN, KALTIMKU.ID — Ucapan dari Abdul Giaz yang merupakan Anggota DPRD Provinsi kaltim yang beredar di media sosial beberapa waktu kebelakangan ini oleh sebagian kelompok disinyalir sebagai suatu bentuk ujaran kebencian bermuatan atau bernuansa SARA.
Karena, Abdul Giaz menyebut bila terduga pelaku tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial yang melakukan doxing kepada sejumlah tokoh di Kalimantan Timur yang pada pokoknya terdapat frase “merupakan orang dari luar kalimantan timur yang mencari makan di wilayah Kaltim”.
Apabila dianalisis secara sistematis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku tentu ucapan tersebut tidak memenuhi unsur-unsur pidana yang terdapat pada delik yang diatur pada Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE (jo. UU No. 19 Tahun 2016) perihal ujaran kebencian bernuansa SARA. Sebab unsur yang terdapat dalam pasal tersebut adalah :
1. Setiap orang
→ Subjek hukum siapa pun, baik individu maupun korporasi.
Tidak dibatasi warga negara Indonesia saja; bisa WNA jika perbuatannya memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia.
2. Dengan sengaja
→ Ada niat atau kehendak sadar dari pelaku untuk melakukan perbuatan tersebut, yaitu menyebarkan informasi.
• Kesengajaan ini bisa berbentuk dolus directus (sengaja benar-benar bermaksud menimbulkan kebencian)
atau dolus eventualis (tahu akibatnya mungkin menimbulkan kebencian tapi tetap dilakukan).
3. Tanpa hak
→ Artinya tidak ada dasar hukum yang membenarkan perbuatan tersebut.
Misalnya, bukan dalam konteks penelitian ilmiah, pendidikan, atau pemberitaan yang objektif.
4. Menyebarkan informasi
→ Menyebarkan berarti membuat informasi dapat diakses oleh publik melalui:
• Media sosial (Facebook, Instagram, TikTok, YouTube, dsb),
• Grup pesan publik (WhatsApp, Telegram),
• Situs web, blog, atau forum daring.
Termasuk juga membagikan ulang (repost/share) konten bernuansa kebencian.
5. Yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
→ Ada maksud agar pihak lain merasa benci, marah, atau memusuhi kelompok tertentu.
→ Bukan hanya opini, tapi mengandung provokasi terhadap identitas tertentu.
6. Terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
→ Sasarannya bisa perorangan maupun kelompok sosial.
7. Berdasarkan atas SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)
→ Artinya kebencian itu dilatarbelakangi oleh identitas sosial seseorang, bukan perilaku pribadinya.
Contoh:
• Menyebarkan ujaran menghina agama tertentu.
• Menyerang kelompok etnis tertentu.
• Menghasut agar tidak bergaul dengan ras atau suku tertentu.
Dari ke enam unsur tersebut tindakan Abdul Giaz, tidak ada satupun unsur yang terpenuhi.
Dalam hal ini kita merujuk pada sebab ucapan tersebut dikemukakan sebenarnya berisi himbauan kepada siapapun yang hidup di wilayah Kalimantan Timur untuk menjaga kondusifitas dan tidak melakukan provokasi yang menyebabkan perpecahan.
Hal tersebut dapat dibenarkan sebab sebagai seorang wakil rakyat dalam hal ini anggota DPRD yang merupakan pihak yang turut bertanggung jawab untuk menjaga kondusifitas dimasyarakat, maka wajib bagi dirinya untuk membuat himbauan seperti itu. Lebih sederhananya dalam ujaran tersebut tidak ada sama sekali menyebutkan suatu identitas pribadi, kelompok agama, suku maupun golongan tertentu, lantas siapa yang menjadi korbannya atau yang merasa identitasnya diserang. Maka Sudah sewajarnya hal tersebut seharusnya dilihat dari sisi positifnya bukan dari sisi negatifnya.
“Sebagaimana pribahasa di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung,” tutup Sultan Akbar Paalevi, S.H, M.H,Cla Ketua Bidang Hukum KNPI Kota Balikpapan yang merupakan lulusan Universitas Gajah Mada.*** (AAS)