Ketua DPRD: Pusat Harus Dengarkan Aspirasi Warga Kaltim

Kaltimku.id, SAMARINDA — Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mengatakan berharap pemerintah pusat harus mendengarkan aspirasi masyarakat Kaltim, terutama terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang harus banyak melibatkan warga lokal.

“Tidak dilibatkannya DPRD dalam pembahasan pembangunan IKN membuat aspirasi masyarakat tidak tersampaikan secara maksimal, padahal keterlibatan masyarakat sangat penting,” ujarnya di Samarinda, Kamis.

Bacaan Lainnya

Dari lima Deputi Otorita IKN yang telah dilantik, hanya satu perwakilan Kaltim, sehingga perlu dipertanyakan, karena seharusnya kuota perwakilan warga lokal minimal harus dua orang, karena warga lokal lebih mengetahui persoalan dan punya misi maupun terobosan dalam menyelesaikan berbagai masalah.

“Banyak masyarakat, akademisi, mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya tentang perwakilan warga lokal di IKN. Mereka tak ingin warga lokal hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri,” kata Hasan, sapaan karib kakak kandung Walikota Balikpapan ini.

Oleh sebab itu, katanya, pemerintah pusat semestinya memperhatikan dan mendengarkan apa yang menjadi keinginan warga lokal. Tidak hanya itu, perizinan pertambangan yang seluruhnya ditarik ke pusat juga membuat tambang ilegal semakin menjamur dan menimbulkan kerusakan lingkungan.

Veridiana

Senada dengan itu, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)  Veridiana Huraq Wang menekankan pentingnya menyelaraskan perihal hak masyarakat adat yang seirama dengan gencarnya pembangunan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Memang mesti ada keselarasan antara pembangunan IKN dengan perlindungan hak masyarakat adat, jangan sampai ada pihak yang dikorbankan,” kata Veridiana.

Dia menyebutkan pentingnya payung hukum yang berpihak ke masyarakat adat sudah semestinya ada. Jika regulasi tersebut rampung, maka akan berlaku untuk seluruh masyarakat adat se-Indonesia, termasuk di IKN.

“Sekarang jika dilihat perkembangannya masalah pembahasan rancangan undang-undang masyarakat adat itu sudah digarap DPR, jadi di DPR RI itu yang belum setuju masih 54 persen. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kuat di sana berteriak tentang itu,” tutur Veridiana.***

Pos terkait