Kisah Sedih dan Memilukan di Balik Lagu, Strange Fruit dari Billie Holiday

AGUSTUS, 91 tahun lampau, ribuan massa berkumpul di depan penjara Indiana. Mereka meruntuhkan pintu penjara, menerobos masuk dan menangkap tiga pemuda Afrika-Amerika, Tom Shipp, Abe Smith, dan James Cameron dengan tuduhan telah merampok dan membunuh seorang pekerja pabrik kulit putih, Claude Deeter dan memperkosa pacarnya Mary Ball.

Ketiga pemuda itu diseret ke alun-alun, Shipp dan Smith diadili dengan cara yang biadab, keduanya di gantung di atas pohon hingga tewas. Cameron, yang juga ikut diadili berhasil lolos berkat salah seorang wanita yang tak dikenal identitasnya.

Bacaan Lainnya

Wanita itu menyatakan pemuda yang berusia 16 tahun itu tidak terlibat dalam tindakan kriminal tersebut. Belakangan, Cameron dipindahkan ke luar kota dan mendapat hukuman empat tahun penjara.

Kejadian itu begitu membekas dalam ingatan Cemeron. Setelah keluar dari penjara, ia pun menjadi aktivis anti-hukuman mati serta mendirikan Black Holocaust Museum dan menuliskan sebuah otobiografi yang berjudul: “A Time of Terror.”

Cameron meyakini bahwa suara yang datang dari kerumunan untuk menyelamatkan hidupnya adalah suara malaikat.

Dalam sebuah wawancaranya, Cameron mengakui, Shipp dan Smith tidak benar-benar bersalah seperti apa yang dituduhkan. Pernyataan tersebut menyusul kesaksian Mary Ball yang menyatakan bahwa ia tidak diperkosa dan polisi hanya memberikan tuduhan palsu.

Peristiwa tersebut diabadikan oleh seorang fotografer lokal, Lawrence Beitler. Ia merekam dengan pas kejadian itu, dua mayat tergantung dan disaksikan oleh ribuan orang. Sepuluh hari ke depan Beitler pun menjual salinan photonya dan laku terjual hingga ribuan eksemplar.

Photo itu akhirnya mengilhami seorang guru Yahudi sekaligus anggota Partai Komunis, Abel Meeropol untuk menuliskan puisi yang berjudul “Strange Fruit.” Puisi tersebut dijadikan lagu dan dipopulerkan oleh penyanyi jazz kulit hitam, Billie Holiday.

“Strange Fruit” pertama kali dilantunkan Holiday di Cafè Society, Greenwich Village. Dalam sebuah pengakuannya, Holiday merasa takut ketika hendak menyanyikan lagu tersebut, menyusul maraknya rasisme yang begitu mencengram saat itu.

“Tidak ada derai tepuk tangan ketika saya selesai (nyanyi)” ungkapnya dikutip dari The New York Times,
“Kemudian orang satunya mulai bertepuk tangan dengan gugup. Lalu tiba-tiba semua orang bertepuk tangan.”

(Keterangan photo) Billie Holiday

Oleh: Ahmad Jailani, Ketua BJL (Balikpapan Jazz Lovers)

Pos terkait