SAMARINDA, Kaltimku.id — Andi Satya Adi Saputra, anggota DPRD Kalimantan Timur menyuarakan keprihatinannya terhadap rendahnya motivasi belajar siswa saat ini, setelah dihapusnya Ujian Nasional (UN). Menurutnya, kebijakan tanpa UN justru membuat siswa semakin kehilangan semangat dalam belajar, bahkan untuk menguasai pengetahuan dasar.
“Siswa nggak pakai UN sekarang ditanya ibu kota negara atau matematika simpel aja nggak bisa jawab. Sedih dan miris sekali,” ujarnya.
Andi menyampaikan pandangannya dalam sebuah pertemuan bersama rekan-rekan legislatif. Menurutnya, kualitas pendidikan tidak hanya dilihat dari nilai atau kelulusan semata, tetapi juga dari upaya dan perjuangan siswa dalam mencapai standar pendidikan.
Tanpa UN, kata Andi, siswa seolah tidak memiliki tantangan yang mendorong mereka untuk belajar sungguh-sungguh. “Siswa seperti tidak ada minat belajar karena sudah pasti lulus,” tambahnya.
Ia mengenang masa ketika ia dan teman-temannya di sekolah harus menghadapi UN dengan persiapan matang agar bisa lulus. Bagi Andi, UN bukan hanya soal nilai, tetapi juga bentuk latihan dan ujian dalam menghadapi tantangan di masa depan. Kehidupan, menurutnya, adalah serangkaian perjuangan yang harus dilalui untuk meraih kesuksesan. “Zaman kami dulu, semua harus diperjuangkan kalau mau lulus. Hidup ini tentang perjuangan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Andi mengungkapkan bahwa meskipun UN ditiadakan, ujian masih akan ditemui siswa dalam berbagai tahapan hidup lainnya. Ujian masuk perguruan tinggi, seleksi beasiswa, maupun seleksi calon pegawai negeri sipil (PNS) merupakan beberapa contoh tantangan yang harus dihadapi setiap individu.
Ia mengkhawatirkan bahwa kebijakan tanpa UN justru menanamkan pola pikir instan kepada generasi muda, yang hanya berharap pada kemudahan tanpa usaha keras. “Nanti, mau masuk universitas, beasiswa, kuliah di luar negeri, masuk PNS, pasti akan menghadapi tes. Apa mau dihapus juga tesnya karena berdampak psikologis?” pungkas Andi dengan nada prihatin.
Menurutnya, pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek kelulusan semata, melainkan juga pembentukan karakter dan daya juang siswa.
Andi berharap agar pemerintah dapat mengevaluasi kembali kebijakan tanpa UN ini dengan mempertimbangkan aspek motivasi dan kualitas belajar siswa. Ia menyarankan adanya sistem evaluasi lain yang mampu memacu semangat belajar siswa tanpa menghilangkan esensi perjuangan dalam pendidikan.***