Perda Trantibum Samarinda Mandek, DPRD Tekankan Pentingnya Eksekusi Cepat

Samarinda, Kaltimku.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat (Trantibum) pada Desember 2024.

Salah satu poin utama dalam Perda ini adalah penertiban penjualan bahan bakar minyak (BBM) ilegal, termasuk pom mini dan penjualan eceran yang tidak memiliki izin resmi.

Bacaan Lainnya

Namun, meskipun sudah disahkan, hingga kini aturan tersebut belum diimplementasikan.

Pemkot Samarinda masih menunggu pencantuman Perda dalam lembaran daerah sebagai dasar hukum sebelum mengambil langkah eksekusi. Hal ini membuat aktivitas penjualan BBM ilegal masih marak terjadi di berbagai wilayah Samarinda, tanpa adanya tindakan tegas dari pemerintah.

Menanggapi kondisi ini, Wakil Ketua DPRD Samarinda, Ahmad Vanandza, meminta Pemkot segera mengambil langkah konkret untuk menegakkan aturan tersebut. Menurutnya, jika memang keberadaan pom mini dianggap meresahkan dan berisiko bagi masyarakat, maka sudah seharusnya aturan ini segera diterapkan. Namun, ia juga menekankan pentingnya kajian teknis sebelum kebijakan ini benar-benar diberlakukan.

“Kami berharap Pemkot dapat segera bertindak jika memang aktivitas ini meresahkan. Namun, di sisi lain, masyarakat juga membutuhkan akses BBM yang lebih mudah karena jumlah SPBU yang ada saat ini masih terbatas,” ujar Vanandza.

Ia menekankan bahwa keputusan ini tidak boleh diambil secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan berbagai aspek, terutama dampaknya bagi masyarakat yang selama ini bergantung pada pom mini untuk mendapatkan BBM. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi dan mencari solusi terbaik sebelum menerapkan kebijakan penertiban secara menyeluruh.

“Kalau memang harus dihapus, maka harus ada solusi lain. Jangan sampai masyarakat kesulitan mendapatkan BBM hanya karena tidak ada alternatif setelah pom mini ditutup,” tambahnya.

Keberadaan pom mini di Samarinda menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat. Di satu sisi, pom mini memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh BBM, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) resmi. Dengan jumlah SPBU yang terbatas, banyak warga memilih membeli BBM dari pom mini karena lebih praktis dan tidak perlu antre panjang.

Namun, di sisi lain, pom mini juga memiliki berbagai risiko, terutama dalam aspek keamanan. Banyak pom mini yang beroperasi tanpa standar keselamatan yang memadai, sehingga meningkatkan potensi kebakaran atau ledakan akibat kelalaian dalam penyimpanan dan distribusi BBM. Selain itu, beberapa pom mini diketahui menjual BBM dengan harga lebih tinggi dibandingkan SPBU resmi, yang berpotensi merugikan konsumen.

Lebih lanjut, Vanandza mengakui bahwa persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan satu keputusan sepihak. Menurutnya, diperlukan kebijakan yang mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk keamanan, ketersediaan BBM, serta kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bisnis pom mini.

“Sebagian masyarakat mendukung penertiban, tetapi banyak juga yang menolaknya. Keputusan ini harus diambil dengan mempertimbangkan kebutuhan warga dan kesiapan pemerintah,” ungkapnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, DPRD Samarinda mendorong Pemkot untuk mencari solusi yang tidak hanya berfokus pada penertiban, tetapi juga pada peningkatan layanan distribusi BBM bagi masyarakat. Salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan adalah penambahan jumlah SPBU di lokasi-lokasi strategis agar masyarakat tidak bergantung pada pom mini.

Selain itu, Pemkot juga dapat mempertimbangkan regulasi khusus yang mengatur standar operasional pom mini agar lebih aman dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan adanya regulasi yang jelas, pom mini tetap bisa beroperasi, tetapi dengan standar keamanan dan harga yang lebih transparan serta diawasi oleh pihak berwenang.

Terakhir, Vanandza menegaskan bahwa jika penertiban benar-benar akan dilakukan, maka harus ada solusi konkret yang memastikan masyarakat tidak kesulitan mendapatkan BBM.

“Kalau pom mini dihapus, harus ada SPBU tambahan atau solusi lain agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan BBM,” pungkasnya.

Pos terkait