Pertamina Sanga Sanga, Miskin Inovasi

PENGANTAR REDAKSI: Pada 37 tahun atau tahun 1988 silam, memang terjadi semburan gas beracun di wilayah Sanga-Sanga, Kalimantan Timur, yang menyebabkan kepanikan dan trauma pada warga, bahkan beberapa di antaranya kehilangan nyawa. Peristiwa tersebut meski sudah berlalu puluhan tahun, namun traumatik masih melekat pada warga setempat. Dan, kejadian nyaris serupa terulang pada Kamis dini hari, 19 Juni 2025, warga pun kembali dilanda kecemasan. Untuk lebih mendalami peristiwa yang terjadi, gabungan wartawan Ikatan Jurnalis Online Kalimantan atau IJOK,– Media CerdasNews.id, Kaltimku.id dan Warta Sugesti.com menyusuri benang merah insiden pada Senin, 23 Juni 2025 untuk lebih dalam dan akurat menyajikan apa yang sesungguhnya telah terjadi kepada para pembaca yang budiman–.

SANGA SANGA — Perbedaan utama antara Pertamina Hulu (sebagai induk subholding) dan PT Pertamina EP (PEP), bahwa Pertamina Hulu Energi (PHE) adalah subholding upstream Pertamina yang membawahi berbagai anak perusahaan di sektor hulu migas, termasuk PT Pertamina EP (PEP) yang merupakan salah satu anak perusahaannya dan fokus pada eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.

Bacaan Lainnya

Perbedaan utama antara Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Pertamina EP (PEP) adalah PHE adalah induk subholding hulu migas Pertamina yang menaungi banyak anak perusahaan, salah satunya adalah PEP. PEP sendiri merupakan anak usaha PHE yang fokus pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, khususnya di Regional Jawa.

PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) menghasilkan minyak bumi dan gas alam (migas) melalui kegiatan eksplorasi dan produksi dalam mendukung PT Pertamina (Persero) menyediakan energi yang penting bagi pembangunan dan perekonomian Indonesia.

Sedangkan Pertamina PEP adalah PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP), sebuah anak usaha dari Pertamina Hulu Energi (PHE) yang bergerak di sektor hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, yang bertugas untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, termasuk pengeboran.

“Di Sanga Sanga ini ada dua Pertamina, yaitu PEP dan PHI dan sudah berproduksi 50 tahun lebih dan salah satu daerah penghasil migas tertua. Mereka harus membuktikan punya komitmen membangun masyarakat, bukan sekadar menggaji karyawan dan menciptakan jurang sosial,” kata Wahyudi Pratmo, salah seorang anak muda RT terdekat dengan sumur yang menyembur itu,  pekan lalu.

Setahu Wahyudi, Pertamina Sanga Sanga saat ini  sudah menerapkan  strategi pengelolaan terintegrasi, inovasi teknologi, dan kolaborasi lintas wilayah kerja, zona-9 —yang terdiri dari PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS), PT Pertamina EP (PEP) Sangatta, PEP Sangasanga, dan PEP Tanjung—menjadi salah satu pilar utama dalam mendukung ketahanan energi nasional. “Jadi menurut saya Sanga Sanga menjadi pilar penghasil potensial, harusnya menjaga dan membangun sinerji sosial,” tambahnya.

Menurut pemuda asli Sanga Sanga dan menuntut ilmu hingga ke Bandung ini,  Pertamina Sanga Sanga harus mengikuti trend usaha ramah lingkungan dan sosial.”Memang ada  sih tingkat madya di Sanga Sanga yang putra daerah, tapi persentasenya kecil sekali, Kami mereka anak anak Sanga Sanga harus prioritas, jika pendidikannya tidak memadai dan tidak sesuai, Pertamina bisa nyekolahkan, beri beasiswa yang sesuai dengan ilmu yang diperlukan Pertamina. Bukan cuek, karena kami tidak pernah minta atau protes,” tegasnya.

Pertamina sejak tahun 2022 sudah berubah drastis dan harusnya juga menelurkan teknologi sosial yang inovatif untuk tumbuh bersama masyarakat sekitar daerah operasi. “Bukan malah eksklusif dan membangun masyarakat sendiri dan menimbukkan kecemburuan sosial,” tegas Wahyudi.

Pertamina Sanga Sanga terlalu memegang standar atau definisi perusahaan migas terbesar, tanpa mau melihat ke bawah bagaimana masyarakat hidup. Pada tahun 2022, perusahaan ini menunjuk bekerja di bawah Pertamina EP Hulu Rokan, Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dan Pertaman Cepu, bahkan Pertamina Internasional EP. ”Menurut saya ini tanda bahwa Sanga Sanga sangat potensial, harusnya mereka perhatikan masyarakat, anak anak yang beberapa minggu terakhir menghirup cemaran udara, tanah bahkan air,” tambahnya.*** (Bagian 1/TIM/Sunarto Sastrowardojo, Edy Yudohana, Y Darojatun, Hary)

 

Pos terkait