Praktisi Hukum: Usut Tuntas Kematian Tragis Lim dan Perjudian yang Nebeng Ritual Adat Dayak Meratus

Kaltimku.id, BARABAI — Geger perkelahian berdarah di kawasan Meratus, Selasa lalu (24/5/2022), menuai beragam komentar di berbagai medsos. Rata-rata netizen menginginkan kematian tragis Ilim alias Lim yang bertikai di arena perjudian saat ritual adat Dayak Meratus itu jangan terulang lagi.

Apa solusinya? Netizen yang juga Praktisi Hukum dari Samarinda, Agustinus berpendapat, ada dua persoalan hukum yang harus diusut secara tuntas oleh pihak kepolisian (dalam hal ini Polres HST — Polda Kalsel).

Bacaan Lainnya

“Pertama, pihak kepolisian harus mengusut secara tuntas dugaan tindak penganiayaan/pembunuhan yang mengakibatkan matinya korban itu, dan kedua dugaan tindak pidana perjudiannya,” tulis Agustinus via pesan khusus WA ke awak media ini, Jumat (27/5/2022).

Advokat dan Konsultan Hukum itu menyampaikan pendapat hukum terkait geger terbunuhnya Ilim di arena judi saat ritual adat Dayak di sana. Terlebih, Agustinus juga adalah warga Dayak Kalimantan dari anak suku Benuaq.

Agus tidak terlalu menstressing pendapat pertamanya karena sudah ditangani kepolisian. Namun, kepolisian pun harus mengusut tuntas pula dugaan pidana perjudian yang ramai disebut selalu nebeng pada acara ritual adat Dayak Meratus di Pulau Kalimantan ini.

“Saya berharap, orang-orang yang terlibat dan patut disangka sebagai pelaku pidana perjudian itu diproses. Hal ini supaya hukum sebagai “Panglima” di negara ini benar-benar ditegakkan secara baik,” katanya.

Lim, warga Desa Haruyan Dayak, Hantakan, seperti diketahui tewas mengenaskan dengan luka menganga di bagian perut akibat tebasan parang tersangka T alias Bs (37). Duel maut itu di Datarlaga Desa Murung B terkait perselisihan uang pasangan judi dadu saat aruh adat Dayak Meratus tersebut.

Terkait hukum adat Dayak sendiri, Agus menyebut, hukum adat tak boleh lebih tinggi dan bertentangan dengan hukum formal atau tertulis. Apa pun bentuk ritualnya, tetap harus tunduk dan patuh kepada aturan hukum formal.

“Saya juga sering menggelar upacara adat di kampung saya di Desa Benung, Kecamatan Damai, Kutai Barat. Tapi, jangan harap ada perjudian yang menyertai ritual adat Dayak di anak suku kami,” urai pengacara yang sangat tidak setuju tindak perjudian dihelat bersamaan dengan aruh adat seperti itu.

Bukankah perlu biaya besar? “Benar itu. Semua biaya persiapan itu dan ini kan tentu menjadi tanggungan sangat pemilik hajat atau tuan rumah dan keluarganya. Tak ada kaitan sama sekali dengan uang hasil perjudian untuk membantu suksesnya perhelatan ritual adat Dayak dimaksud,” pungkasnya.*

(JJD, Wartawan Senior Kalimantan)

Pos terkait