Samarinda, Kaltimku.id – Sejumlah lahan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Samarinda masih terbengkalai dan tidak dimanfaatkan secara optimal. Salah satu kawasan yang menjadi sorotan adalah Citra Niaga, yang seharusnya menjadi pusat perdagangan dan ekonomi, tetapi kini banyak lahannya yang dibiarkan kosong dan tidak produktif.
Wakil Ketua DPRD Samarinda, Ahmad Vananzda, menyoroti permasalahan ini dan meminta Pemerintah Kota (Pemkot) segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi tanah-tanah HGB yang tidak digunakan. Menurutnya, tanah yang tidak dimanfaatkan dengan baik akan menjadi beban bagi perkembangan kota dan menghambat potensi ekonomi masyarakat.
“Di Citra Niaga, hampir semua lokasi sudah disewakan, tetapi ada yang akhirnya terbengkalai karena penyewa tidak menyelesaikan kewajiban mereka. Mungkin karena biaya sewanya tidak dibayarkan atau bisnis yang mereka jalankan tidak berjalan dengan baik, sehingga tanah itu diambil alih tanpa ada pemanfaatan lebih lanjut,” ujarnya.
Menurut Vananzda, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan banyak tanah HGB di Samarinda tidak dimanfaatkan dengan baik. Salah satunya adalah ketidakpastian ekonomi yang membuat pelaku usaha kesulitan mempertahankan bisnis mereka.
“Masyarakat pasti mempertimbangkan kelayakan lokasi sebelum memanfaatkan tanah HGB. Jika mereka merasa tempat itu kurang strategis atau usaha yang mereka jalankan sulit berkembang, mereka akan memilih untuk tidak melanjutkan kepemilikan HGB tersebut,” jelasnya.
Selain faktor ekonomi, regulasi yang kurang tegas dalam pengelolaan lahan juga menjadi kendala utama. Beberapa pemilik HGB yang sudah tidak lagi menggunakan lahannya enggan mengembalikannya atau mengalihkannya kepada pihak lain, sehingga tanah tersebut dibiarkan kosong dalam waktu yang lama.
“Banyak kasus di mana tanah dibiarkan begitu saja tanpa ada aktivitas ekonomi. Ini jelas merugikan, karena lahan yang seharusnya bisa dimanfaatkan malah menjadi area kosong yang tidak berkontribusi bagi pembangunan kota,” tambahnya.
DPRD Kota Samarinda mendesak Pemkot untuk segera mengambil tindakan terhadap tanah-tanah HGB yang tidak dimanfaatkan. Salah satu solusi yang diajukan adalah memberikan batas waktu bagi pemilik HGB yang tidak menggunakan lahannya agar segera memanfaatkannya atau menyerahkannya kepada pihak lain yang lebih mampu.
“Saya pernah menyarankan kepada Pemkot agar mereka memberikan waktu kepada pemilik tanah untuk membongkar bangunan atau mengeluarkan barang-barangnya sebelum tanah tersebut diambil alih. Jika mereka memang sudah tidak sanggup mengelolanya, maka harus ada kebijakan yang memungkinkan lahan tersebut dimanfaatkan oleh pihak lain,” katanya.
Selain itu, DPRD juga menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa tanah HGB yang sudah lama tidak dimanfaatkan bisa segera digunakan kembali. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan sanksi bagi pemilik HGB yang tidak memanfaatkan lahannya dalam jangka waktu tertentu atau memberikan insentif kepada investor yang bersedia mengembangkan lahan tersebut.
“Kami ingin ada kebijakan yang lebih jelas dan tegas. Jika ada lahan yang bertahun-tahun tidak digunakan, seharusnya bisa dialihkan untuk proyek pembangunan atau kepentingan sosial lainnya,” lanjutnya.
Keberadaan tanah HGB yang terbengkalai tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bisa menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan lingkungan. Lahan kosong yang tidak terawat berpotensi menjadi tempat pembuangan sampah ilegal, lokasi hunian liar, atau bahkan menimbulkan kesan kumuh di tengah kota.
“Jika dibiarkan, tanah-tanah kosong ini bisa menjadi masalah baru bagi kota. Bisa jadi tempat berkembangnya kriminalitas, atau malah menjadi lokasi pembuangan sampah yang mengganggu kebersihan kota,” tegas Vananzda.
Selain itu, tanah yang tidak digunakan juga berdampak pada nilai properti di sekitarnya. Kawasan yang dipenuhi lahan kosong cenderung mengalami penurunan nilai ekonomi, sehingga dapat menghambat perkembangan investasi dan pembangunan di daerah tersebut.
“Kita seharusnya bisa memanfaatkan lahan-lahan ini untuk hal-hal yang lebih produktif, seperti pusat bisnis, ruang usaha, atau bahkan ruang terbuka hijau yang bisa bermanfaat bagi masyarakat,” imbuhnya.
Terakhir, DPRD Kota Samarinda berharap agar Pemkot segera menyusun kebijakan yang lebih jelas dalam mengelola tanah HGB. Dengan adanya kebijakan yang tepat, tanah-tanah yang selama ini terbengkalai dapat kembali dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang lebih produktif.
“Kami ingin melihat Samarinda berkembang menjadi kota yang lebih maju dan tertata dengan baik. Setiap aset yang ada harus bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.***