SKK Migas Tengahi Konflik Sumur Wailawi

Senior Manager SKK Migas Perwakilan Kalsul, Sebastian Julius berharap konflik Wailawi tidak mengganggu proses workover.
Senior Manager SKK Migas Perwakilan Kalsul, Sebastian Julius berharap konflik Wailawi tidak mengganggu proses workover.

Kaltimku.id, PPUProses workover atau upaya pengaktifan kembali sumur gas eks PT. Vico Indonesia memicu perselisihan internal antara pemerintah daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) dengan PT. Benuo Taka Wailawi (BTW).

Pengerjaan workover di 4 dari 5 sumur di Blok Wailawi, dinilai berpotensi merugikan daerah, karena tidak melibatkan pemerintah melalui induk perusahaan yakni Perumda Benuo Taka.  Melalui Pelaksana tugas (Plt) Sekda Muliadi, pemerintah daerah melakukan sidak dan menghentikan sementara aktivitas workover, pada 18 Maret 2021.

Bacaan Lainnya

PT. BTW melalui General Manager (GM) Indra Riswanto sudah mengajukan surat keberatan atas penghentian sementara aktivitas workover. Meski proses workover berlanjut, namun permasalahan antara pemerintah daerah dengan PT. BTW, tak kunjung usai.

Kabag Ekonomi Setkab PPU didampingi Kasi Ketertiban Umum Siddiq saat memantau aktivitas di sumuw Wailawi (08/04/2021)
Kabag Ekonomi Setkab PPU Durajat didampingi Kasi Ketertiban Umum Siddiq saat memantau aktivitas di sumur Wailawi (8/4/2021)

Bahkan, pemerintah daerah sudah mengirimkan surat ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Dua kali surat dikirim ke SKK untuk meminta klarifikasi dan fasilitasi atas masalah Wailawi.

Senior Manajer Humas SKK Migas Kalimantan-Sulawesi (Kalsul), Sebastian Julius mengatakan pihaknya menerima surat kedua pemerintah daerah. Terkait permintaan pemerintah daerah, ia menyatakan siap memfasilitasi.

“Kami sudah menerima surat yang kedua, karena yang pertama itu ditujukan ke pusat. Sejauh ini sudah berlangsung dan kami akan terus fasilitasi,” ujar Sebastian saat ditemui awak media di Balikpapan, Kaltim.

Pertemuan antara pemerintah daerah dengan pihak PT. BTW sudah dua kali digelar dengan fasilitas SKK Migas. Ditegaskannya, SKK Migas hanya sebatas memberikan fasilitas atas pertemuan kedua belah pihak tanpa campur tangan.

Dengan adanya pertemuan kedua belah pihak, SKK Migas berharap bisa tercapai kesepakatan. Sehingga operasi hulu migas sumber daya alam (SDA) tetap bisa berjalan. Terlebih, keuntungan atas pengerjaan workover juga untuk masyarakat PPU.

Sehingga semuanya bisa sama-sama diuntungkan, dimana pada akhirnya, keuntungan itu untuk masyarakat PPU juga. Lewat adanya operasi hulu migas, SDA yang ada di daerahnya itu tetap berjalan.

Konflik antara pemerintah daerah dengan PT. BTW diharapkan tidak menghambat aktivitas kerja workover di Blok Wailawi. Mengingat, SKK Migas melalui Kementerian ESDM memiliki target produksi sebanyak 7 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet Per Day), khusus di Blok Wailawi.

“Kalau dibilang terganggu, ya pasti terganggu. Kalau dari target itu 7 MM, walaupun target nasional kami memang 7 ribu MM, tetaplah berpengaruh. 1 atau 2 MM, ya tetap berpengaruh,” ungkap Sebastian yang akrab dipanggil Abas ini.

Target 7 MM dihasilkan dari empat sumur di Blok Wailawi, di tahun 2021 ini. Jika perseteruan tidak segera berakhir, maka target yang dihasilkan akan molor, meskipun tidak mengurangi potensi yang ada.

Abas mengatakan, akan terus memonitor perkembangan dan siap jika kedua belah pihak membutuhkan komunikasi.  Akan tetapi, terkait permasalahan antara pemerintah daerah dengan PT BTW, penyelesainya berada di tangan kedua belah pihak.

“Konsekuensinya pasti ada, tapi belum bisa dipastikan. kalau mentok, yang akhirnya perusahaan tidak bisa bekerja. Tapi itu semua tergantung Menteri ESDM,” imbuhnya.

Pihaknya berharap, permasalahan pengelolaan sumur gas eks PT. Vico tersebut segera terselesaikan. Sehingga, produksi dari sumur gas bisa segera dilakukan dan hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat PPU.

Untuk informasi, PT. BTW merupakan kontraktor yang ditunjuk pemerintah, menandatangani production sharing contract dengan SKK migas dan Menteri ESDM sejak 2017.

PT BTW sejatinya melanjutkan pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah (Perusda) Benuo Taka. Melalui Perda Nomor 4 Tahun 2003, Pemkab PPU membentuk Perusda Benuo Taka pada 17 Desember 2003. Perusda itu memiliki divisi migas yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan disiapkan bersaing dalam lelang pengelolaan Blok Wailawi.

Setelah kontrak antara Perusda Benuo Taka dengan Pemerintah Pusat terkait pengelolaan Blok Wailawi berakhir, di 2015. Maka perpanjangan berikutnya Perusda Benuo Taka diwajibkan membentuk perusahaan yang khusus mengelolah Hulu Minyak dan Gas.

Oleh karena itu pada tahun 2012 Perusda Benuo Taka melakukan perjanjian dengan PT Centre Energy Petroleum Limitedhongkong dan PT Multi Guna Sarana untuk membentuk satu perusahaaan konsorsium (perusahaan patungan).

Sehubungan dengan perjanjian yang dilakukan oleh Perusda Benuo Taka dengan dua perusahaan tersebut di atas, maka di bentuklah PT BTW berdasarkan Perda Nomor 12 tahun 2012. Sebagai jawaban dari tuntutan pengembangan sektor Hulu Migas.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2012 dan Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2012, PT BTW merupakan anak perusahaan dimana Perusda Benuo Taka merupakan pemegang saham mayoritas.*

Pos terkait