Kaltimku.id, PPU – Tapal batas masih menjadi masalah pelik antara dua daerah, yakni Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim). Sejak pemekaran menjadi daerah administrasi baru pada 11 Maret 2002, luasan wilayah PPU ditetapkan mencapai 3333,06 kilometer persegi. Batas wilayah Kabupaten PPU mengacu berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2002 tentang pemekaran PPU.
Belum rampungnya masalah batas wilayah menjadi atensi pemerintah Kaltim. Rapat pembahasan tapal batas kedua wilayah digelar di Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (18/5/2021).
Dalam rapat tersebut, Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud (AGM) menyatakan sebagai kepala daerah, dirinya terus akan mempertahankan batas-batas kewilayahan sesuai UU tentang pemekaran Kabupaten PPU. Regulasi itu sebagai dasar hukum wilayah administrasi daerah yang dipimpinnya.
“Saya sebagai bupati PPU pernah menyatakan bahwa terkait persoalan tapal batas ini, sejengkal pun tidak akan mundur. Sampai saat inipun tetap demikian. Karena acuan kami sudah jelas yaitu undang-undang nomor 7 Tahun 2002 tentang pemekaran kabupaten PPU, dengan luasan wilayah adalah 3333,06 kilometer persegi,” tegas AGM.
Dijelaskannya, dengan luasan wilayah PPU yang telah tercantum dalam UU terkait pemekaran daerah tersebut seharusnya saat ini sudah tidak ada lagi persoalan terkait tapal batas antara kedua wilayah Kabupaten PPU dan Kabupaten Paser. Karena semua telah jelas diatur dalam UU yang telah ditandatangani oleh presiden pada saat itu.
“Saat ini para tokoh dan saksi sejarah tentang pemekaran Kabupaten PPU juga masih ada, seperti beliau bapak Harimuddin Rasyid, bapak Yusran Aspar, bapak Andi Harahap dan yang lainnya. Bahkan sejarah berdirinya Kabupaten PPU ini selalu dikumandangkan setiap tahun pada upacara hari jadi Kabupaten PPU selama 19 tahun,” ungkapnya.
Persoalan tapal batas menurut orang nomor satu di PPU itu, bukan hanya terjadi antara Kabupaten PPU dengan Kabupaten Paser. Persoalan lainnya juga terjadi antara Kabupaten PPU dengan Pemkot Balikpapan, Kutai Barat dan Kutai Kartanegara. Namun saat ini persoalan yang belum selesai hanya tersisa antara PPU – Paser dan PPU – Balikpapan.
“Kami berharap persoalan batas wilayah ini segera selesai sesuai undang-undang yang telah mengatur tentang pemekaran Kabupaten PPU. Karena komitmen kami sebagai kepala daerah juga tidak akan berubah sampai kapanpun terkait keutuhan wilayah kami ini,” tutupnya.
Sementara itu Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan rakyat Provinsi Kaltim, Jauhar Effendi dalam pernyataannya mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut pemerintah provinsi hanya sebagai penengah dalam proses penyelesaian persoalan tapal batas antar PPU – Paser tersebut.
Dirinya mengatakan bahwa persoalan rumah tangga kedua wilayah tersebut seharusnya sudah dapat diselesaikan secara bijak antara Kabupaten PPU dengan Kabupaten Paser. Mengapa demikian kata dia, karena Pemerintah pusat melalui Kemendagri juga telah memberikan waktu selama 5 bulan terakhir terhitung sejak Februari lalu hingga Juli mendatang untuk penyelesaian persoalan tapal batas ini. Jika persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka keputusan akan dilakukan oleh Kemendagri.
“Sebenarnya ini akan menjadi kerugian bersama. Karena jika persoalan diambil alih oleh Kemendagri justru hal-hal yang tidak kita inginkan dapat terjadi dalam keputusannya. Oleh karenanya kami berharap melalui pertemuan ini dan dalam waktu yang telah ditentukan hingga Juli mendatang persoalan tapal batas antar PPU – Paser ini dapat kita selesaikan dengan baik” harap dia.
Disisi lain Bupati Paser, Fahmi Fadli dalam kesempatan ini mengatakan bahwa apa yang ia sampaikan pada pertemuan tersebut adalah merupakan amanah dari masyarakat Kabupaten Paser. Namun dirinya berharap, melalui pertemuan ini mampu menemukan titik terang tanpa merugikan satu pihak baik PPU maupun Paser.
Pertemuan dalam rangka pembahasan tapal batas ini informasinya masih akan dilaksanakan beberapa hari ke depan di Pemprov Kaltim yang melibatkan jajaran pemerintah pusat dan daerah terkait.*(adv)
Editor: Herry T BS