Usia Tak Lagi Jadi Batasan? DPRD Samarinda Bahas Revisi Perda Ketenagakerjaan

Samarinda, Kaltimku.id – DPRD Kota Samarinda tengah menggodok revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan. Revisi ini bukan sekadar langkah penyesuaian terhadap perubahan regulasi nasional melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UU Nomor 6 Tahun 2023), tetapi juga menjadi upaya strategis untuk memperkuat perlindungan dan hak pekerja lokal dalam menghadapi tantangan baru di dunia kerja yang makin kompetitif dan dinamis.

Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan dalam revisi perda ini adalah soal ketentuan batas usia kerja. DPRD menilai, aturan yang selama ini berlaku sudah tidak relevan dengan kebutuhan lapangan, khususnya dalam konteks pemberdayaan kelompok usia kerja yang lebih luas, termasuk mereka yang berada di atas usia 50 tahun.

Bacaan Lainnya

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menegaskan bahwa perubahan ini harus berpijak pada kebutuhan riil masyarakat pekerja di daerah, bukan semata-mata menyesuaikan aturan pusat.

“Undang-undang memberikan ruang fleksibilitas, tapi daerah punya tanggung jawab untuk mengisi kekosongan regulasi secara bijak dan kontekstual. Kita tidak ingin aturan yang ada justru mempersulit akses masyarakat terhadap pekerjaan, hanya karena usia,” ujar Novan.

Dalam UU Cipta Kerja, dijelaskan bahwa usia minimum bekerja adalah 15 tahun, atau 13 tahun untuk jenis pekerjaan ringan dengan pengawasan ketat. Namun, tidak ada ketentuan tegas mengenai batas usia maksimal untuk bekerja. Kekosongan norma ini kemudian sering diinterpretasikan secara sepihak oleh pihak pemberi kerja, yang tanpa dasar hukum menetapkan batas usia maksimal, umumnya 50 tahun, sebagai kriteria rekrutmen.

Novan menganggap bahwa praktik semacam ini sangat rentan memunculkan diskriminasi terhadap kelompok usia yang sebenarnya masih berada dalam kategori usia produktif. Berdasarkan standar Badan Pusat Statistik (BPS), usia produktif adalah 15 hingga 64 tahun. Oleh karena itu, menutup peluang kerja bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun merupakan bentuk ketidakadilan struktural yang tidak sejalan dengan semangat reformasi ketenagakerjaan.

“Kita tidak bisa membiarkan perusahaan membatasi usia kerja hanya karena asumsi produktivitas. Banyak pekerja senior yang justru memiliki pengalaman dan keahlian yang tidak dimiliki oleh generasi muda. Ini harus kita jaga agar hak setiap warga untuk bekerja tetap terlindungi,” tegasnya.

Revisi perda ini juga menjadi momentum penting untuk mengevaluasi berbagai aspek perlindungan tenaga kerja, mulai dari sistem pengupahan, jaminan sosial, perlindungan kerja sektor informal, hingga mekanisme penyelesaian sengketa ketenagakerjaan.

Novan menyebutkan bahwa Komisi IV telah membuka ruang partisipasi publik dalam proses revisi ini. DPRD melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari serikat buruh, organisasi pengusaha, akademisi, hingga pegiat hak asasi manusia.

“Kami tidak ingin menyusun perda secara sepihak. Semua pihak yang terdampak harus diberi ruang untuk menyuarakan aspirasinya. Hanya dengan begitu, perda ini bisa menjawab persoalan secara menyeluruh dan menjadi solusi nyata,” tambah Novan.

Di sisi lain, pembahasan juga diarahkan pada perlunya sinkronisasi antara regulasi pusat dan daerah. Pemerintah Kota Samarinda melalui Dinas Ketenagakerjaan pun diminta aktif memberi masukan teknis dalam penyusunan pasal-pasal yang berkaitan dengan pelaksanaan program pelatihan kerja, penempatan tenaga kerja, hingga pembinaan hubungan industrial.

Komisi IV juga mendorong agar dalam perda baru nanti, terdapat pasal khusus yang mendorong program kerja bagi kelompok usia lanjut, seperti pelatihan ulang (reskilling) dan penyediaan lapangan kerja berbasis keterampilan dan pengalaman.

“Kalau di negara lain, tenaga kerja senior justru sangat dihargai karena dianggap punya nilai tambah. Kita juga harus mulai berpikir ke arah sana. Jangan terjebak pada paradigma bahwa usia tua itu pasti tidak produktif,” ucap Novan.

Ditargetkan, proses pembahasan revisi Perda ini dapat rampung pada kuartal keempat tahun 2025. DPRD berharap regulasi ini bisa segera diberlakukan dan membawa dampak nyata, baik dalam peningkatan kualitas ketenagakerjaan maupun perluasan akses terhadap dunia kerja di Kota Samarinda.

Dengan demikian, Perda ini tidak hanya menjadi pelengkap aturan nasional, tetapi menjadi tonggak penting dalam memperjuangkan hak-hak pekerja Samarinda agar terlindungi secara adil, inklusif, dan setara.*

Pos terkait