Samarinda, Kaltimku.id – Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi, melontarkan kritik tajam terhadap pengelolaan anggaran Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Samarinda.
Ia menyoroti ketimpangan alokasi anggaran yang jauh lebih besar untuk sektor olahraga dibandingkan sektor pariwisata, yang dinilainya menyebabkan lambatnya perkembangan wisata di Samarinda. Selain itu, ia juga menyesalkan ketidakhadiran Kepala Disporapar dalam berbagai pertemuan penting dengan DPRD.
Dalam rapat evaluasi yang digelar DPRD Samarinda, Iswandi mengungkapkan bahwa dari total anggaran sekitar Rp64 miliar yang dialokasikan untuk Disporapar, hanya Rp4 miliar yang diperuntukkan bagi pengembangan pariwisata. Sisanya, lebih banyak dialokasikan ke sektor olahraga.
“Bagaimana pariwisata kita bisa maju kalau anggarannya hanya Rp4 miliar? Dari total Rp64 miliar, Rp60 miliar lebih dialokasikan ke olahraga. Ini tidak masuk akal dan sangat timpang!” tegasnya.
Menurutnya, sektor pariwisata memiliki potensi besar untuk meningkatkan perekonomian daerah jika dikelola dengan baik. Namun, dengan anggaran yang minim, berbagai program pengembangan wisata tidak bisa berjalan optimal.
“Kalau kita ibaratkan dalam sebuah rumah tangga, kalau kepala keluarganya hanya peduli dengan olahraga, maka semua yang ada di rumah hanya fokus ke bola. Sementara aspek lain, seperti kebutuhan makanan dan lainnya, dikesampingkan. Begitu juga yang terjadi dengan pariwisata kita sekarang,” ujar Iswandi.
Melihat kondisi ini, Iswandi mengusulkan agar sektor pariwisata kembali dipisahkan dari Disporapar agar dapat lebih fokus dalam pengelolaannya.
“Kalau perlu, kita pisahkan lagi Dinas Pariwisata dari Disporapar. Jangan digabung seperti sekarang, karena pariwisata akhirnya hanya jadi bidang kecil yang kurang mendapat perhatian,” katanya.
Menurutnya, jika sektor ini tetap berada dalam satu dinas dengan olahraga dan pemuda, maka anggarannya akan selalu terpinggirkan.
“Pariwisata harus dikelola secara mandiri dengan anggaran yang lebih besar. Kalau tetap digabung dengan olahraga, sektor ini akan terus terpinggirkan,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa pengembangan sektor pariwisata memerlukan strategi khusus, mulai dari promosi hingga pengelolaan destinasi wisata yang lebih baik.
“Kalau kita ingin menjadikan Samarinda sebagai kota tujuan wisata, kita harus serius. Anggarannya harus layak, programnya harus jelas, dan pelaksanaannya harus maksimal,” lanjutnya.
Selain masalah anggaran, Iswandi juga mengkritik sikap Kepala Disporapar yang tidak pernah menghadiri rapat dengan DPRD. Menurutnya, selama ia menjabat sebagai Ketua Komisi II, pihaknya sudah tiga kali mengadakan hearing dengan Disporapar, namun kepala dinas tidak pernah hadir dan selalu diwakili oleh sekretaris.
“Selama saya jadi Ketua Komisi II, sudah tiga kali kita hearing, tapi kepala dinasnya tidak pernah hadir. Alasannya macam-macam, ada yang dinas luar, ada yang ke luar negeri. Kalau hari ini tidak hadir juga, apakah sebenarnya kita ini dianggap tidak penting?” ucapnya.
Menurut Iswandi, ketidakhadiran kepala dinas menunjukkan kurangnya komitmen dalam menjalankan tugasnya. Ia menegaskan bahwa komunikasi yang baik antara DPRD dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sangat penting untuk memastikan pembangunan di Samarinda berjalan sesuai rencana.
“Kalau kepala dinasnya sendiri tidak hadir dalam rapat evaluasi dan diskusi anggaran, bagaimana kita bisa mencari solusi terbaik? Ini bukan hal yang bisa dianggap sepele,” katanya.
Ia pun mengancam akan mengawasi ketat anggaran yang dikelola oleh Disporapar jika kepala dinas terus mengabaikan pertemuan dengan DPRD.
“Kalau memang kita dianggap tidak penting, ya tidak masalah. Tapi kalau begini terus, kita akan pelototi anggarannya. Jangan sampai ada anggaran yang tidak digunakan dengan semestinya,” tegasnya.
Saat ini, Pemkot Samarinda tengah mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pariwisata sebagai dasar hukum untuk pengembangan sektor ini. Namun, Iswandi menilai bahwa regulasi saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan kebijakan anggaran yang mendukung.
“Sekarang ini mereka masih pakai Perwali tentang inventarisasi objek wisata yang sudah berlaku sejak tahun 2000 dan akan habis pada 2025. Datanya sudah tidak relevan lagi, banyak objek wisata yang tidak tercantum atau bahkan sudah tidak aktif,” jelasnya.
pariwisata membutuhkan strategi yang lebih serius, termasuk evaluasi terhadap program-program yang telah berjalan. Ia meminta Disporapar untuk menunjukkan pencapaian yang sudah dilakukan selama beberapa tahun terakhir.
“Kita tanyakan ke mereka, dari tahun ke tahun, apa pencapaiannya? Apa target yang sudah direalisasikan? Kalau anggaran minim dan program tidak jelas, bagaimana wisata di Samarinda mau berkembang?” ucapnya.
Iswandi berharap Pemkot Samarinda segera mengevaluasi kebijakan terkait sektor pariwisata, termasuk mempertimbangkan pemisahan kembali Dinas Pariwisata agar bisa lebih fokus dalam pengembangan destinasi wisata di kota ini.
“Kalau memang pariwisata dianggap penting, jangan hanya dibahas di Raperda saja, tapi harus ada aksi nyata. Salah satunya dengan anggaran yang lebih proporsional dan pengelolaan yang lebih serius,” tutupnya.***