Samarinda, Kaltimku.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur menilai pemahaman demokrasi di tengah masyarakat masih terlalu sempit dan cenderung dimaknai sebatas pada momentum pemilihan umum. Padahal, demokrasi sejatinya merupakan proses berkelanjutan yang tercermin dalam hubungan sehari-hari antara warga negara dan pemerintah, terutama dalam pemenuhan hak-hak sipil serta pengawasan publik terhadap kebijakan.
Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Abdulloh, menegaskan bahwa partisipasi masyarakat merupakan indikator utama kualitas demokrasi. Ia menyebut antusiasme warga yang hanya meningkat saat kampanye dan hari pencoblosan belum mencerminkan demokrasi yang matang dan berkelanjutan.
“Kami ingin menggeser cara pandang bahwa demokrasi tidak hanya soal pemilu lima tahunan. Demokrasi harus hidup dalam keseharian warga, melalui keterlibatan aktif, kritik yang konstruktif, dan keberanian mengawasi kebijakan pemerintah,” katanya.
Menurutnya, demokrasi yang sehat menuntut keterbukaan pemerintah sekaligus kesadaran warga terhadap hak dan kewajibannya. Hak memilih dan dipilih memang penting, namun tidak boleh menutupi peran krusial warga sebagai pengawas jalannya pemerintahan.
Abdulloh menilai, lemahnya kontrol publik kerap berujung pada kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, ia mendorong penguatan kesadaran kolektif bahwa menyampaikan aspirasi, kritik, dan masukan merupakan bagian sah dari praktik demokrasi.
“Demokrasi akan kehilangan maknanya jika warga hanya menjadi penonton setelah pemilu selesai. Hak untuk mengawasi dan mengkritik kebijakan harus dipahami sebagai bagian yang setara dengan hak memilih,” ujarnya.
DPRD Kaltim berharap perubahan paradigma ini dapat memperkuat akuntabilitas pemerintah daerah sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dengan partisipasi warga yang konsisten, kebijakan yang lahir diharapkan lebih responsif terhadap kebutuhan riil masyarakat.*






