Samarinda – Ketimpangan kualitas pendidikan di wilayah terpencil Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Kondisi ini terutama terlihat di kawasan perkebunan sawit dan daerah tertinggal, di mana banyak sekolah dinilai belum memperoleh fasilitas pendidikan yang memadai, baik dari sisi infrastruktur, sarana pembelajaran, maupun dukungan pendanaan.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Fadly Imawan, menyatakan bahwa kesenjangan pendidikan di wilayah-wilayah tersebut tidak bisa dipandang sebagai persoalan teknis semata. Menurutnya, keterbatasan akses fisik hanyalah satu bagian dari masalah yang lebih besar, yakni belum optimalnya keberpihakan anggaran pemerintah daerah terhadap sekolah-sekolah di kawasan terpencil.
“Persoalan pendidikan di daerah tertinggal bukan hanya soal jarak atau sulitnya akses, tetapi soal bagaimana negara benar-benar hadir melalui kebijakan anggaran yang adil,” ujar Fadly.
Ia menilai, sekolah-sekolah di wilayah perkebunan sawit memiliki karakter sosial dan ekonomi yang berbeda dibandingkan sekolah di kawasan perkotaan. Banyak peserta didik berasal dari keluarga pekerja dengan keterbatasan ekonomi, sehingga sekolah tidak dapat mengandalkan dukungan masyarakat seperti halnya di wilayah urban.
Kondisi tersebut, lanjut Fadly, berisiko menciptakan kesenjangan kualitas sumber daya manusia jika tidak segera diatasi. Tanpa intervensi kebijakan yang kuat, anak-anak di wilayah terpencil akan terus tertinggal dan sulit bersaing dengan siswa di perkotaan.
Menurutnya, pemerataan pendidikan harus menjadi bagian dari agenda strategis pembangunan daerah, mengingat kualitas generasi muda akan menentukan arah pembangunan Kalimantan Timur ke depan.*






