Kaltimku.id, BALIKPAPAN – Permasalahan sengketa lahan kembali terjadi di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Kali ini dialami oleh Eka Tiningsih, pemilik lahan yang berada di Grand City, bersama kuasa hukumnya Agus Amri melakukan komplain terkait tumpang tindih sertifikat kepemilikan salah satunya bersama PT Sinar Mas Wisesa (SMW).
Dari keterangan resmi yang disampaikan kepada awak media ini, Agus Amri selaku kuasa hukum mengatakan jika lahan yang dibangun perumahan Grand City Balikpapan merupakan lahan milik kliennya dengan luas 16.332 meter persegi.
“Klien kami pemilik sah atas tanah berdasarkan SHGB No.6079 yang diterbitkan kantor Pertanahan Balikpapan tanggal 11-Oktober 2005,” ucapnya. “Anehnya di tahun 2015, PT Sinar Mas masuk dan mengajukan penguasaan dengan membangun perumahan Grand City ini,” tambah Agus Amri, Rabu (24/11/2021).
Bahkan dirinya menuding ada permainan mafia tanah dalam kasus tersebut. Sehingga kepolisian kabarnya telah melakukan penyidikan untuk mengetahui dugaan pemalsuan surat tanah.
“Bahwa jelas dalam hal ini terdapat dugaan kuat telah bermainnya Mafia Tanah dalam upaya menghilangkan hak-hak hukum klien kami atas bidang tanahnya tersebut, atas hal tersebut pihak kepolisian telah melaksanakan penyidikan atas dugaan pemalsuan surat tanah,” ujarnya.
Meski begitu, Agus Amri akan melakukan upaya memenuhi hak-hak kliennya untuk menduduki tanah miliknya sendiri. “Kita siap duduk bersama untuk menyelesaikan kasus tersebut. Termasuk jika harus melalui pengadilan. Karena selama ini kliennya merasa telah dirugikan,” katanya.
“Untuk itu, kami akan melakukan semua upaya baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk memulihkan hak-hak klien kami.”
Di tempat terpisah Land Akuisisi Permit Security Kalimantan Departemen Head Sinarmas, Piratno mengatakan, permasalahan ini sebenarnya sudah di mediasi oleh pihak BPN, di mana hal tersebut dilakukan agar jelas kepemilikan lahan tersebut.
“Kami ini adalah pengembang yang beritikad baik, lahan tersebut kami beli sudah bersertifikat dan sudah dikuasai dengan baik pada saat kita beli,” ujar Piratno.
Lanjut dikatakannya, terjadinya kasus ini akibat adanya permasalahan, untuk itulah dirinya meminta kepada BPN selaku mediator.
Pasalnya yang mengeluarkan penerbitan surat sertifikat itu pihak BPN, sehingga dapat diperoleh kejelasan kepemilikan lahan tersebut.
“Kalau dilihat yang sertifikat yang dituduhkan ke Sinarmas bahwa kita menyerobot milik Eka Tiningsih, Mujiono, Nurjanah, sebetulnya di dalam sertifikat kami nomor 16089 itu milik Sinar Mas seluas 2,3 hektar berdampingan dengan tanah milik Eka Tiningsih,” akunya.
“Artinya tidak ada overlap di atas tanah tersebut, tetapi yang disayangkan begitu ada pengukuran ulang dari BPN terhadap tanah Eka Tiningsih terjadilah overlap antara tanah Sinar Mas dengan tanah milik Eka Tiningsih, kemudian milik Mujiono dan Nurjanah,” tambahnya.
Piratno mengatakan, pihaknya sama-sama memiliki sertifikat, artinya biar selesai makanya diminta BPN untuk mediasi. Namun hingga saat ini belum selesai, alasan mereka akan membuka warkah (kumpulan dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis) atas hak terhadap sertifikat masing-masing.
“Kita lihat kondisinya nanti ketika tanah ini ada lima kepemilikan tapi setelah dibuka warkahnya akan terlihat koordinatnya tanpa melibatkan dari kita yang menunjukkan, tapi BPN yang melakukan pemberian batas,” terangnya.
Harusnya pada saat penerbitan sertifikat harus dicek dan diverifikasi terlebih dahulu, hanya saja kewenangan itu seperti apa dan prosedurnya bagaimana, hanya BPN yang tahu.
“Artinya kami minta BPN melakukan pengukuran batas kembali, sehingga kita tahu kalau ada overlap seperti tadi, dan akan kami sampaikan ke manajemen.”
“Sikap Sinar Mas adalah pengembang yang beritikad baik. Kalau itu memang benar haknya orang bisa dibuktikan dengan kekuatan hukum tetap kita akan kembalikan, tapi tentunya semua ada dasarnya,” pungkas Piratno.*
Wartawan: Ariel S