Kapolda Kaltim, “Penydidik Bukan Malaikat”

kapolda kaltim
Foto : KAPOLDA Kalimantan Timur ( POLDA KALTIM )

Kaltimku.id, BALIKPAPAN – Kapolda Kalimantan Timur (Kaltim) Irjen Polisi Herry Rudolf Nahak M.Si dengan tegas mengatakan, penyidik bukan malaikat. Hal ini disampaikanya sekaligus menjawab pertanyaan salah seorang wartawan yang menanyakan beberapa kasus yang masuk di Mapolresta Samarinda “dicuekin” alias seperti diabaikan oleh petugas atau penyidik.

“Penyidik bukan malaikat,” ujar Kapolda, usai menjawab sebagian pertanyaan wartawan yang menanyakan kasus-kasus di Mapolresta Samarinda. Menurut pertanyaan wartawan itu, ada belasan kasus yang masuk di Polresta Samarinda seakan “dicuekin” atau tidak ditangani seperti layaknya kasus- kasus lainnya.

Bacaan Lainnya

Berkaitan dengan “laporan” atau “pengaduan” masyarakat dalam hal ini kebetulan wartawan ini, Kapolda akan meminta Kapolresta Samarinda untuk melakukan pengecekan terhadap kasus-kasus yang dikatakan “dicuekin” tersebut.

Kalau memang memenuhi syarat alias laporannya lengkap, Kapolda Herry Rudolf Nahak minta ditangani secepatnya. “Kasus yang ditangani, harus ada keterangan saksi, keterangan terangka, barang bukti (BB) sebagai petunjuk. Dua alat bukti dan lainnya, bisa ditindaklanjuti dengan cepat,” paparnya pada Konfrensi Pers Akhir Tahun 2020, di Gedung Mahakam Polda Kaltim, Jalan Syarifudin Yoes, Selasa (29/12/20).

Kapolda menjelaskan, menangani sebuah kasus tetsebut harus dilihat dulu, apakah sudah memenuhi unsur-unsur untuk ditindaklanjuti. “Memeriksa atau menyelesaikan sebuah kasus itu, paling tidak harus ada dua alat bukti. Kalau setidaknya ada dua alat bukti, laporannya bisa ditindaklanjuti. Kalau tidak, ya tidak dilanjutkan,” jelas Kapolda.

Kami, tegas Kapolda Herry, tidak pilih-pilih soal kasus. Jika memang ada laporan dan lengkap, bisa ditindaklanjuti ketingkat penydikan. Tapi kalau tidak cukup bukti atau tidak lengkap tidak bisa diteruskan. Bahkan, jika ada kasus yang sudah disidik tapi ditengah penyidikan tidak memenuhi unsur, maka bisa di SP3-kan (Surat Perintah Penghentian Pinyidikan),” terang Perwira kelahiran Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT), 13 Agustus 1968 ini kepada sejumlah jurnalis.*

Pos terkait