Samarinda – Kebijakan pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) Batubara kembali memunculkan kekhawatiran terhadap kemampuan daerah dalam menjaga kesinambungan agenda pembangunan. Kalimantan Timur, yang selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung batubara nasional, turut terdampak kebijakan pemerintah pusat tersebut meski kontribusinya terhadap penerimaan negara tergolong besar.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Reza Pahlevi, menilai pemotongan DBH berpotensi mempersempit ruang fiskal daerah. Kondisi ini, kata dia, dapat berdampak langsung pada pembiayaan berbagai program prioritas, mulai dari infrastruktur dasar hingga layanan publik.
“Perlu ada koordinasi atau diplomasi khusus dengan pemerintah pusat agar besaran pemotongan untuk Kaltim tidak terlalu mempengaruhi pembangunan,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan DBH bukan semata menyangkut angka, tetapi menyentuh keberlanjutan kebijakan pembangunan daerah. Ketika ruang fiskal semakin terbatas, pemerintah daerah dipaksa melakukan penyesuaian program yang berpotensi menunda bahkan mengoreksi rencana pembangunan yang telah disusun.
Reza menegaskan, sebagai daerah penghasil batubara yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, Kalimantan Timur layak memperoleh perlakuan yang lebih proporsional dalam skema pembagian dana pusat–daerah.
“Kita sebagai daerah penghasil tentu berharap ada pertimbangan khusus yang sesuai dengan kontribusi kita,” tambahnya.
Ia mendorong pemerintah daerah untuk membangun komunikasi yang lebih aktif dan intensif dengan kementerian terkait agar kebijakan fiskal nasional tetap memperhatikan kepentingan daerah penghasil sumber daya alam.*






