Kaltimku.id — PADA 1 November 2023 lalu, Ketua MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) Jimly Asshiddiqie mengungkap kebohongan sejumlah hakim konstitusi dan melakukan pemeriksaan secara tertutup dan tidak mempublikasikan keterangan yang diberikan oleh para hakim konstitusi. Anwar tidak mengikuti Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan putusan tiga perkara sebelumnya terkait batas usia Capres dengan nomor registrasi 29, 51 dan 55/PPU-XX/2023.
Namun Anwar mengikuti RPH untuk menentukan putusan kasus 90/PPU-XXI/2023, dimana MK mengabulkan perkara yang pada akhirnya membuka jalan bagi Gibran untuk menjadi Cawapres. Anwar menjelaskan bahwa alasan ia tidak ikut memutus tiga perkara sebelumnya karena alasan kesehatan, bukan konflik kepentingan.
Selasa 7 November 2023, Anwar Usman secara resmi diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait perkara nomor 09/PPU-XXI/2023. MKMK juga menyatakan perbuatan Anwar terbukti melanggar perilaku hakim konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam Sapta Karsa Hutama yaitu prinsip tak ketakberpihakan dan integritas yang dibuktikan dengan tidak hadirnya Anwar dalam RPH menentukan putusan tiga perkara, adapun prinsip kecakapan dan keseksamaan yang dilanggar oleh Anwar Usman dapat dapat dilihat dari kecakapan dan Konstitusional Perkara Nomor 90 yang terlihat jelas terdapat benturan kepentingan sehingga dikatakan tidak sah putusan tersebut. Ahli Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menegaskan, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah mengatur bahwa seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila, ia mempunyai kepentingan langsung g atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.
Kabar diberhentikannya Anwar Usman sebagai Ketua MK pun mendapat perhatian publik yang menuai cukup banyak kontra dan tidak sedikit masyarakat mulai meragukan peforma MK, terlebih kepercayaan publik juga sudah menurun sejak putusan MK yang berisi mengenai batas umur Capres dan Cawapres. Selain itu, Anwar Usman itu pamannya Gibran. Jadi kepercayaan publik menurun karena merasa adanya politik dinasti yang dipergunakan didalam MK. Pada pointnya Putusan Nomor 90/PPU-XXI/2023 berisi melancarkan skenario politik dinasti. Ipar Jokowi tersebut adalah pamannya Gibran yang memudahkan Gibran bisa naik menjadi Wapres.
Kami mendapat data kepercayaan publik terhadap MK berkurang. Kesimpulan itu dapat dari lembaga Survei Online Kitapolling.com setelah melakukan jejak pendapat.
Independent Rese Archer kitapolling.com, Budi Satria Dewantoro menjelaskan hasil polling bahwasanya kepercayaan publik terhadap MK menunjukan dari 1.745 audiens menjawab sangat percaya 16,8%, cukup percaya 40,7%, kurang percaya 40,7% dan tidak percaya sama sekali 0,4%.
Selanjutnya pendapat publik juga dihadapkan dengan kondisi pro kontra, berkenaan dengan Putusan MK dalam Perkara Nomor 90/PPU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU No. 17/2017 tentang Pemilihan Umum yang membuka kesempatan bagi anggota legislatif dan kepala daerah pada semua tingkatkan mencalonkan diri sebagai Capres dan Cawapres kendati belum berusia 40 tahun.
Hasil polling menyatakan dari 1.734 di antaranya menyatakan kurang puas, tidak puas sama sekali 42%, cukup luas 6% dan sangat luas 2,3%.
Paska permohonan uji materi tentang syarat Capres dan Cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu pasca putusan MK yang diajukan Brahma Aryana, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, memunculkan data bahwa dari 2.077 audiens sebanyak 52,4% menyatakan setuju dibatalkan.
Dibatalkan sebagian dengan pembatasan sampai jabatan gubernur untuk usia dibawah 40 tahun 33,9% dan tidak dibatalkan 13,7%.
Penulis :
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Semester 3
1. Astried Dewi Sabriena
2. Nahwa