Surga Tersembunyi di Balik Bebatuan: Potensi Pantai Banua Patra dan Cita Balikpapan Menuju Kota Global

Oleh: Muhammad Rizky Kurniawan 

Juara II Lomba Menulis Esai Hari Jadi Kota Balikpapan ke 128 2025

Bacaan Lainnya

Balikpapan, sebuah kota di pesisir timur Kalimantan, saat ini dikenal sebagai pusat industri minyak dan gas terbesar di Indonesia. Julukan “Kota Minyak” telah melekat erat dengan identitasnya. Namun, di balik citra sebagai kota industri, Balikpapan menyimpan keindahan alam yang belum sepenuhnya tereksplorasi. Sebagai pintu gerbang menuju Ibu Kota Nusantara (IKN), proyek pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur, Balikpapan berada dalam posisi strategis untuk berkembang. Kota ini berpotensi menjadi salah satu wilayah yang akan mengalami akselerasi pertumbuhan seiring dengan pembangunan IKN yang mengusung konsep sebagai forest city (pembangunan kota berkelanjutan dengan memadukan 70% kawasan hijau dan 30% infrastruktur modern). Momentum ini mendorong Balikpapan untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan di semua sektor.

Letak geografis Balikpapan yang berada di pesisir timur menjadi potensi besar bagi sektor pariwisata. “Menurut Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (DPOP) Kota Balikpapan, C.I. Ratih Kusuma (2024), perkembangan wisata pantai di Balikpapan meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.” Di antara pantai-pantai yang sudah dikenal wisatawan, seperti Pantai Manggar, Pantai Lamaru, dan Ambalat, terdapat sudut lain kota Balikpapan yang menyimpan sebuah keelokan alam yang sering luput dari perhatian, yaitu Pantai Banua Patra. Salah satu pantai bahari dengan keunikannya yang dihiasi bebatuan megah nan misterius, pantai ini layak disebut sebagai “Surga Tersembunyi” di Balikpapan.

Dalam esai ini, saya akan menggambarkan bagian keindahan tempat tersebut yang jarang diketahui, menganalisis potensi pariwisatanya, dan menyingkap potensi serta tantangan strategis Balikpapan. Esai ini bertujuan untuk memberikan pandangan tentang bagaimana Balikpapan dapat mengoptimalkan potensi wisata yang belum banyak terekspos, menjadikan keunikan visual di sudut Pantai Banua Patra sebagai salah satu pilihan wisatawan, dan memaparkan potensi strategis Balikpapan dengan tantangan serta solusinya.

Bagian I: Keindahan Tersembunyi di Pantai Banua Patra

Pantai Banua Patra telah lama dikenal sebagai salah satu destinasi warga Balikpapan. Masyarakat setempat menjulukinya “Pantai Batu-Batu” karena keberadaan bebatuan besar yang menjulang tersusun secara alami, gugusan bebatuan membentuk seperti dataran pulau di pinggir pantai, memberikan karakteristik khas yang tidak dimiliki pantai lain di Balikpapan. Beberapa pengunjung awam mengetahui bebatuan tersebut hanya dapat dinikmati sebagai spot foto saja, padahal sedikit yang tahu bahwa ada rute tersembunyi untuk mendaki ke atas bebatuan tersebut. Pemandangan di atas bebatuan itulah harta karun sesungguhnya, terdapat pohon besar yang memberikan suasana sejuk, kemudian tempat ini terasa sempurna untuk menikmati pesona senja di atas bebatuan. Dari ketinggian, susunan bebatuan berwarna abu-abu gelapnya kontras dengan pasir putih di sekitarnya, menciptakan pemandangan yang memukau. Ombak kecil yang menyapa bebatuan menghasilkan harmoni suara alami yang menenangkan.

Tidak hanya daya tariknya saja yang berbeda dengan kebanyakan pantai pada umumnya, Pantai Banua Patra juga terbilang ‘unik’ untuk lokasi dan rute akses menuju pantai. Jika kebanyakan pantai berada di area pinggiran kota, Pantai Banua Patra justru berada di jantung kota Balikpapan, tepatnya di area Jalan Jenderal Sudirman, Balikpapan. Lokasi pantai berdekatan dengan area Pelabuhan Semayang dan juga fasilitas ikonik, yaitu Lapangan Merdeka. Oleh karena lokasinya yang dekat dengan area kota tersebut, rute aksesnya sangat terjangkau bagi wisatawan yang ingin mengunjungi pantai ini, baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi umum.

Sayangnya, keindahan di atas bebatuan ini belum banyak diketahui wisatawan, bahkan oleh sebagian warga lokal. Salah satu penyebab utamanya adalah akses menuju area ini sulit dijangkau tanpa pemandu lokal. Medan yang menantang, jalan tidak terawat, ditambah tumbuhan liar yang menutupi jalur, menjadi tantangan utama. Selain itu ketiadaan fasilitas, seperti jalur setapak atau papan penunjuk arah, menjadi faktor utama yang membuat tempat ini tetap tersembunyi dari radar wisatawan. Area ini juga tidak dilengkapi fasilitas tempat makan atau warung kecil di sekitarnya, sehingga menjadikan kawasan ini minim aktivitas ekonomi.

Potensinya sebagai destinasi wisata sangat besar. Bebatuan ini dapat menjadi daya tarik bagi pecinta fotografi atau wisatawan yang mencari pengalaman berbeda. Jika dikelola dengan baik, tempat ini dapat menjadi spot wisata yang tidak hanya menawarkan keindahan visual, tetapi juga memberikan pengalaman berharga. Oleh karena itu, pemerintah atau lembaga terkait perlu memberikan perhatian serius untuk mengatasi masalah di pantai ini. Untuk mengoptimalkan potensi wisata di Pantai Banua Patra, berikut beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan:

1. Aksesibilitas
. Pembangunan Infrastruktur Ramah Lingkungan, membangun jalur trekking berpemandu dari material kayu ulin atau batu alam untuk menjaga keaslian lingkungan, membersihkan jalur dari tumbuhan liar dan memasang pagar pengaman di area berbahaya.
. Kolaborasi dengan Komunitas Lokal, seperti Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau melatih pemandu wisata lokal untuk memandu pengunjung melewati rute aman sambil memberikan edukasi tentang geologi bebatuan.

2. Pengelolaan
. Kemitraan Publik-Swasta, membentuk konsorsium antara Dinas Pariwisata dan investor lokal untuk mengelola Pantai Banua Patra dengan skema bagi hasil.
. Sertifikasi Pariwisata Berkelanjutan, mengajukan sertifikasi Eco-Tourism Certification untuk menjamin pengelolaan yang ramah lingkungan.
. Sistem Pengelolaan Sampah, menerapkan program zero waste dengan menyediakan tempat sampah terpilah dan menerapkan konsep leave no trace prinsip ketika mendaki gunung wajib membawa kembali sampah yang dihasilkan saat mendaki gunung, ketika satu saja sampah tertinggal maka dikenakan denda.

3. Fasilitas
. Pembangunan Fasilitas Berkelanjutan, membangun posko informasi yang menyediakan peta, air minum isi ulang, dan toilet ramah lingkungan.
. Penguatan UMKM Lokal, Membangun posko informasi dengan energi surya yang menyediakan peta, air minum isi ulang, dan toilet ramah lingkungan.
. Menyediakan gazebo dari bambu atau kayu daur ulang sebagai area istirahat.

Pantai Banua Patra bukan sekadar destinasi wisata, melainkan simbol harmonisasi antara kekayaan alam dan ambisi global Balikpapan. Potensinya semakin menjanjikan, terutama ketika melihat tren persebaran wisatawan di kota ini. Berdasarkan data DPOP Balikpapan (2024), kunjungan wisatawan ke Pantai Manggar Segara Sari menurun drastis dari 41.545 pengunjung pada periode libur akhir (2023) menjadi hanya 22.027 orang (2024). Menurut Sekretaris DPOP Abdul Majid, fenomena ini menunjukkan bahwa pilihan destinasi wisata di Balikpapan semakin beragam, menciptakan pemerataan kunjungan. Jika dikelola dengan tepat, Pantai Banua Patra dapat menjadi salah satu opsi yang tak hanya menarik wisatawan, tetapi juga memperkuat identitas keberagaman otentik pariwisata di Balikpapan.

Bagian II: Kota Global

Balikpapan tengah berada dalam momentum besar yang dapat menjadikannya salah satu ikon utama di Kalimantan, layaknya Jakarta di Jawa. Kota ini bukan hanya dikenal sebagai pusat industri minyak dan gas, tetapi juga sebagai gerbang menuju Ibu Kota Nusantara (IKN). Dengan perkembangan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, serta visi pembangunan berkelanjutan, Balikpapan berpotensi menjadi kota masa depan yang kompetitif di Indonesia. Dalam konteks pengembangan Balikpapan, peran pemimpin daerah sangat menentukan arah kebijakan. Wali Kota terpilih Rahmad Mas’ud telah menegaskan komitmennya tentang masa depan Balikpapan dengan narasi akan mengembangkan Balikpapan menjadi ‘Kota Global’.

Transisi menuju kota global tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena masih banyak indikator yang perlu dikejar. Merujuk kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, terdapat enam indikator kota global, yaitu sektor ekonomi yang mapan dan terkoneksi secara global, kapasitas riset dan inovasi yang baik dan terus-menerus, nyaman untuk dihuni, cultural value yang menarik untuk dikunjungi, lingkungan yang bersih, nyaman dan berkelanjutan, serta terkoneksi secara intra dan inter-kota. Jakarta yang dikenal sebagai kota metropolitan pun masih terus berupaya untuk menyandang sebagai kota global. Meskipun Balikpapan belum sepenuhnya memenuhi seluruh indikator kota global, kota ini memiliki potensi besar untuk berkembang ke arah tersebut.

Untuk memenuhi standar kota global, Balikpapan perlu meningkatkan konektivitasnya, baik melalui penguatan transportasi publik maupun pengembangan ekosistem bisnis. Proses ini memerlukan waktu panjang dan usaha berkelanjutan. Oleh karena itu, pilihan realistis yang bisa ditempuh saat ini adalah bagaimana Balikpapan dapat membangun identitas yang otentik di panggung Nusantara, bukan hanya dalam bayang-bayang IKN. Jika Jakarta menjadi kota metropolitan di Jawa, maka Balikpapan memiliki peluang besar untuk mengemban peran serupa di Kalimantan, Balikpapan memiliki semua elemen yang dapat mendorongnya menjadi kota sentral di Kalimantan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, infrastruktur yang berkembang pesat, serta posisinya yang strategis, Balikpapan berpotensi menjadi pusat bisnis, perdagangan, dan pariwisata internasional.

Sebagai salah satu pusat ekonomi dan bisnis, Balikpapan telah menarik banyak investasi, terutama di sektor energi, industri, dan jasa. Keberadaan kawasan bisnis yang terus berkembang menunjukkan bahwa kota ini siap bersaing di tingkat nasional dan internasional. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Balikpapan optimis investasi akan melampaui Rp24 triliun pada 2024, didukung pencapaian 2023 yang mencapai angka tersebut, jauh melebihi target Rp18 triliun. Aktivitas ekonomi yang berkembang pesat menjadi ciri lain kota metropolitan. Pertumbuhan ekonomi Balikpapan pun diprediksi terus mengalami pertumbuhan, mengingat saat ini banyak proyek berskala nasional yang dikembangkan di kota tersebut. Salah satunya adalah smelter pertama di Kariangau yang dikelola oleh PT Mitra Murni Perkasa (MMP) dengan nilai investasi mencapai Rp6,5 triliun. Kemudian, ada Refinery Development Master Plan (RDMP) yang dibangun PT Pertamina Kilang Balikpapan dengan kapasitas 360.000 barel per hari, kota ini semakin mengukuhkan perannya dalam perekonomian Indonesia.

Keberagaman budaya dan gaya hidup yang dinamis menjadikan Balikpapan memiliki potensi besar sebagai pusat seni, pariwisata, dan industri kreatif. Sejak dahulu, Balikpapan dikenal sebagai lokasi favorit para pendatang untuk mencari pekerjaan. Kota ini juga memiliki karakteristik masyarakat yang unik dan cenderung heterogen. Pembangunan IKN diperkirakan akan semakin mempercepat pertumbuhan populasi di Balikpapan, mengingat proyek ini diyakini mampu menciptakan hingga 4 juta lapangan kerja. Akibatnya, peningkatan jumlah penduduk diperkirakan turut mendongkrak pembangunan perumahan beserta fasilitas penunjangnya. Dengan karakteristik tersebut, tidak berlebihan jika menyebut Balikpapan berpotensi menjadi kota metropolitan baru di Indonesia.

Namun, pertumbuhan penduduk yang pesat juga menghadirkan tantangan besar. Dalam tiga tahun terakhir data Disdukcapil Balikpapan mencatat, lebih dari 60 ribu pendatang baru tercatat di Balikpapan, menyebabkan kepadatan penduduk meningkat secara signifikan. Infrastruktur yang ada belum sepenuhnya siap untuk mengakomodasi lonjakan urbanisasi ini. Mantan Presiden Joko Widodo pernah mengingatkan bahwa kota masa depan bukan hanya tentang gedung pencakar langit, tetapi tentang ruang hidup yang manusiawi. Oleh karena itu, Balikpapan perlu mengadopsi strategi pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya berorientasi pada ekonomi, tetapi juga kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.

Lonjakan urbanisasi akibat pembangunan IKN menuntut solusi strategis agar Balikpapan dapat berkembang secara berkelanjutan. Untuk itu, dua gagasan utama yang dapat diterapkan adalah Walkable City dan Digitalisasi Transportasi.

Mengusung Konsep Walkable City

Salah satu solusi inovatif untuk mengatasi dampak urbanisasi dan meningkatkan kualitas hidup di Balikpapan adalah penerapan konsep Walkable City. Konsep ini menekankan pentingnya lingkungan kota yang ramah bagi pejalan kaki, dengan infrastruktur yang mendukung aksesibilitas tanpa bergantung pada kendaraan bermotor. Saat ini, kebijakan pembangunan kota lebih sering berfokus pada mobilitas kendaraan daripada mobilitas manusia, mengabaikan hak pejalan kaki untuk merasa nyaman dan aman di ruang publik. Di Balikpapan sendiri, ketersediaan trotoar dan jalur sepeda masih terbatas. Oleh karena itu, pembangunan pedestrian yang nyaman dan integrasi ruang hijau perlu menjadi prioritas agar konsep Walkable City dapat diimplementasikan secara efektif

Jeff Speck, dalam bukunya Walkable City, menekankan bahwa kemampuan berjalan kaki adalah kunci utama keberhasilan sebuah kota. Ada beberapa manfaat utama dari kota yang ramah pejalan kaki: pertama, meningkatkan kesehatan warganya dengan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor; kedua, mengurangi polusi udara dan kemacetan lalu lintas; ketiga, memperkuat interaksi sosial dan rasa komunitas di antara penduduk kota; serta keempat, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aktivitas bisnis lokal di sepanjang jalur pedestrian. Konsep ini telah berhasil diterapkan di berbagai kota dunia, termasuk Singapura, yang mengintegrasikan jalur pejalan kaki dengan sistem transportasi publik yang efisien. Balikpapan dapat mengadopsi pendekatan serupa dengan membangun lebih banyak trotoar yang aman dan nyaman, jalur sepeda, serta ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

Prinsip utama yang disarankan Jeff Speck untuk mewujudkan walkable city, pertama, menciptakan trotoar yang lebar,aman, dan nyaman. Kedua, mengurangi dominasi kendaraan bermotor, dengan menghadirkan zona bebas berkendaraan di beberapa area, contoh seperti di Jakarta Jalan Kendal, Duku Atas, yang awalnya dilalui mobil dan motor, saat ini 100% menjadi kawasan pedestrian. Begitu juga kawasan Kota Tua, misalnya suasana menjadi berubah menjadi tempat berinteraksi yang positif. Ketiga, menciptakan ruang publik yang menarik. Bisa melihat tetangga kita Samarinda dalam pembuatan Teras Samarinda, ini juga bagian dari konsep walkable.  Keempat, dengan mengintegrasikan transportasi umum dan integrasi yang dikerjakan secara efisien, perlu mendesain sistem transportasi umum yang baik untuk perjalanan jarak jauh.

Digitalisasi Transportasi Umum

Selain membangun kota yang ramah pejalan kaki, digitalisasi transportasi umum menjadi langkah strategis dalam meningkatkan mobilitas warga. Bus umum Bacitra (BCT) telah mendapatkan respons positif dari masyarakat sebagai alternatif transportasi yang nyaman. Namun, layanan transportasi umum lainnya, seperti angkutan kota (angkot), masih perlu ditingkatkan agar lebih efisien dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Inspirasi bisa diambil dari program JakLingko di Jakarta menerapkan sistem transportasi yang terintegrasi, salah satunya  kartu pembayaran digital pada angkot. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu lagi bergantung pada pembayaran tunai, sehingga sistem transportasi menjadi lebih modern dan efisien. Jika Balikpapan menerapkan sistem serupa, angkutan umum dapat lebih terorganisir, tarif lebih transparan, dan masyarakat lebih mudah dalam menggunakan layanan transportasi yang tersedia.

Bagian III: Harapan

Pada 2045, saya membayangkan Balikpapan sebagai kota di mana anak-anak bisa bermain sepeda ke sekolah tanpa takut tertabrak, di mana pendatang dan warga lokal duduk berdampingan di taman kota menikmati sunset di antara jejeran kilang minyak. Transformasi ini bukan hanya tentang mengejar Jakarta, tetapi tentang menciptakan identitas unik: kota industri yang berani hijau, metropolis yang tetap manusiawi.***

Nama saya Muhammad Rizky Kurniawan, seorang mahasiswa aktif di UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, saat ini berada di semester 6 dengan jurusan Pendidikan Agama Islam. Latar belakang pendidikan saya membentuk cara pandang saya terhadap pembangunan kota, di mana kemajuan fisik harus selaras dengan nilai moral dan kesejahteraan sosial. Saya percaya bahwa terbaik bukan hanya tentang modernisasi, tetapi juga tentang bagaimana nilai keberlanjutan dan harmoni sosial dapat di internalisasi dalam kebijakan publik.
Sebagai mahasiswa yang memiliki ketertarikan dalam kajian perkotaan, lingkungan, dan kebijakan publik, saya aktif dalam berbagai diskusi dan penelitian mengenai dampak urbanisasi serta solusi berkelanjutan. Saya juga percaya bahwa pendidikan memiliki peran besar dalam membentuk kesadaran masyarakat tentang pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, saya berharap suatu saat dapat berkontribusi lebih besar dalam perencanaan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Seperti kata bijak Dayak, “Hutan adalah ibu, minyak adalah darah—kita harus menghormati keduanya.” Balikpapan bisa membuktikan bahwa industrialisasi dan keberlanjutan bukanlah musuh, tetapi mitra sejati dalam membangun masa depan. Sebagai generasi muda yang akan menjadi bagian dari perubahan ini, saya berkomitmen untuk berkontribusi dalam mewujudkan Balikpapan sebagai kota global yang tetap mempertahankan nilai-nilai keberlanjutan dan kemanusiaan.

Pos terkait