Kasus KDRT Tinggi, DPRD Kota Balikpapan Gagas Perda Ketahanan Keluarga

Kaltimku.id, BALIKPAPAN — Cukup tingginya angka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi perhatian cukup serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) yang berharap ada tindakan pencegahan terhadap kasus-kasus tersebut.

Data pemerintah pada 2021 mencatat 13 kasus kekerasan fisik, 16 kasus psikis, 48 kasus kekerasan seksual, empat kasus eksploitasi dan kekerasan lainnya ada dua kasus.

Bacaan Lainnya

“Pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) seharusnya juga bertugas mendampingi keluarga dan bukan sekadar menerima laporan KDRT,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Muhammad Taqwa, Rabu (12/1/2022) kepada awak media di ruang kerjanya.

Taqwa menyebutkan, banyak juga laporan kasus yang masuk ke DPRD, meski tidak menangani secara teknis kasus-kasus tersebut, karena ada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang bertanggung jawab. Tapi DPRD ingin ada tindakan preventif. Karena, ada fungsi pencegahan dalam tugas pokok dari OPD terhadap pencegahan KDRT.

DP3AKB, tambahnya, harus terus memberikan sosialisasi kepada RT, Lurah dan Kecamatan bahkan tingkat keluarga agar anak-anak ini mendapatkan perlindungan yang baik.

“Bahkan kami (DPRD) saat ini juga sudah menggagas Peraturan Daerah (Perda) tentang ketahanan keluarga yang kami nilai cukup mendesak untuk direalisasikan,” tegasnya.

Menurut dirinya penanganan secara hukum tetap jadi garda terdepan. Tapi sisi lain seperti ketahanan keluarga juga harus kuat. “Karena  ketika pertahanan keluarga yang terakhir ini jebol, yang akan menjadi korban ini adalah anak-anak kita,” imbuhnya.

Taqwa juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga keutuhan keluarga, agar dalam hal ini tidak hanya Pemkot saja yang berperan, melainkan ada peran serta masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan dan mengontrol masa depan anak-anak hingga dapat terjaga dengan baik.

Politikus Partai Gerindra itu juga meminta kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas agar ada efek jera. Tidak hanya mengobati secara fisik saja melainkan juga mentalnya akibat trauma yang dialami. Jangan sampai akibat trauma yang mendalam berdampak pada anak menjadi anti sosial.*

Pos terkait