Kaltimku.id, BALIKPAPAN – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur yang memiliki kekuatan 2×110 Megawatt (MW) sampai detik ini masih menjadi andalan bagi kebutuhan listrik di provinsi yang akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, menggantikan DKI Jakarta. Untuk menghasilkan kapasitas besar tersebut, PLTU Teluk Balikpapan membutuhkan 120 ton batu bara per jamnya. Tentu saja hal tersebut bukan persoalan yang rumit, karena perut bumi Kalimantan Timur berlimpah akan batu bara. Hanya saja, yang menjadi persoalan adalah asap dari bahan bakar batu bara mencemari udara dan sangat berbahaya bagi kesehatan.
Lantas, apakah pihak PLN tetap acuh dan abai akan dampak negatif dari penggunaan bahan bakar batu bara? Tentu saja tidak. PLN terus melakukan inovasi dengan segala upaya, seperti melakukan peralihan menuju energi baru terbarukan (EBT) dan konsumsi batu bara untuk operasional pembangkit sudah menerapkan teknologi ramah lingkungan. “Kami juga sudah menggunakan energi biomassa berupa cacahan kayu atau woodchip sebesar tiga persen untuk operasional kami,” cetus Asisten Manager Operasional PLTU Teluk Balikpapan, Dhidhik Kridho Laksono saat berbincang dengan Kaltimku.id di kawasan TPAS (Tempat Pemrosesan Akhir Sampah), Manggar, Balikpapan Timur, Rabu (27/12/2023).
Untuk bisa mendapatkan woodchip, pihak PLTU Teluk Balikpapan menjalin kerja sama dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan sejak November 2022 lalu. Kerja sama juga dijalin dengan sejumlah perusahaan, seperti PT AW Technology Balikpapan yang menyediakan woodchip untuk memenuhi tiga persen target kebutuhan bahan bakar pembangkit demi melistriki Bumi Etam (Bumi Kita), Kalimantan Timur.
Hanya yang menjadi persoalan adalah rumitnya ketersediaan bahan baku woodchip, sehingga pihak DLH Kota Balikpapan dalam hal ini TPAS Manggar dan PT AW Technology harus memutar ‘otak’ agar limbah kayu dan yang sejenisnya tetap bisa tersedia setiap saat. “Woodchip yang kami hasilkan memang masih belum bisa memenuhi target bagi PLTU, karena terbatasnya bahan baku,” kata Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) TPAS Manggar, Mochamad Haryanto.
Begitu juga yang dialami pihak AW Technology dalam menyediakan cacahan kayu untuk campuran batu bara sebagai bahan bakar PLTU Teluk Balikpapan. “Untuk mengatasi rumitnya bahan baku woodchip, kami telah bekerjasama dengan sejumlah sawmill atau perusahaan penggergajian kayu untuk mendapatkan dengan membeli limbah kayu dari mereka. Kami juga bekerjasama dengan kelompok tani, baik yang di daerah Kabupaten Penajam dan Samboja,” jelas Adimas, Manager Marketing PT AW Technology yang ditemani Manager Produksi PT AW Technology, Slamet Makmur, Rabu (27/12/2023).
“Pihak kami memberikan bibit tanaman pohon kaliandra yang berasal dari Guatemala secara gratis kepada kelompok tani di Penajam dan Samboja, Kutai Kartanegara untuk ditanam di lahan mereka masing-masing. Saat panen, kami akan membeli dari para petani tersebut,” lanjut Adimas, seraya menjelaskan teknis memanen kaliandra dengan memangkas tajuk dan cabang tanpa menebangnya sekaligus, sehingga batang pohon yang tersisa dalam beberapa waktu kemudian kembali tumbuh tajuk dan cabang-cabang untuk segera dipanen lagi.
Potensi tanaman Kaliandra, sebut Dhidhik, memang sangat besar. Selain sebagai sumber energi yang ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan asap saat dibakar, tentunya juga bisa menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Kaliandra merupakan tanaman perdu, bertajuk lebat dan dapat mencapai tinggi 12 meter dengan diameter batang 20 cm. Dan yang lebih istimewa lagi, kayu Kaliandra dapat menghasilkan panas 4200 kkl per kilogram sehingga sangat bagus sebagai bahan baku wood pellet yang merupakan bahan bakar berbasis biomassa. Apalagi emisi buangan CO2 dari wood pellet kaliandra 8 kali lebih rendah daripada bahan bakar gas, serta 10 kali lebih rendah daripada batu bara dan bahan bakar minyak.
Dhidhik Krido Laksono bersama Tim Leader Bahan Bakar PLTU Teluk Balikpapan, Septian Surya menyebutkan, pihaknya juga telah melakukan penanaman pohon-pohon kaliandra di sudut-sudut keluasan lahan PLTU Teluk Balikpapan yang berkisar 50 hektare. “Iya, kami juga sudah menanam pohon yang kami sebut pohon energi di sudut-sudut lahan bangunan PLTU, yang mana kelak saat panen akan dapat menambah bahan baku woodchip yang kami canangkan tiga persen bisa segera terpenuhi,” harap Dhidhik.
Menyinggung harapan PLN terhadap Kota Balikpapan, agar bersedia menyiapkan lahan-lahan tidur yang ada di Kota Minyak ini untuk ditanami pohon-pohon energi, menurut Dhidhik memang belum ada kesepakatan lebih lanjut. “Belum, tapi kami tetap berharap Pemerintah Kota Balikpapan kelak bersedia memenuhi apa yang kami harapkan, yakni menyediakan lahan-lahan tidur untuk kami tanami pohon-pohon energi dimana bibitnya gratis dari kami dan hasil panennya kami beli, sehingga menjadi penghasilan tambahan bagi masyarakat atau petani,” ujarnya yang diamini Septian Surya.
Harapan dan inovasi pihak PLN dengan pohon energinya tampaknya akan membuat ekonomi para petani lebih cerah lagi ke depannya, karena mereka (petani) mendapatkan bibit pohon secara gratis untuk ditanam dan dalam waktu sekitar 6-8 bulan sudah bisa dipanen, dan dibeli oleh pihak PLN. Semua langkah PLN Nusantara Power tersebut demi mendorong transisi energi, agar Indonesia bisa mencapai Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon pada tahun 2060.***
Jurnalis: Herry Trunajaya