Satu lagi duka pencari ikan di Kayu Rabah, HST. Kali ini, Abdul Khair (56), warga Banua Batung, Kecamatan Pandawan, HST, yang meninggal di perjalanan ke RSHD Barabai setelah pingsan di lokasi pahancauan, Kamis pagi, 5 Oktober 2023.
Jurnalis: JJD
Kaltimku.id, BARABAI –– Kematian Khair itu menyentak perhatian warga Kayu Rabah dan sekitar. Betapa tidak, dua hari sebelumnya, Selasa (3/10/2023), pemancing Ahmadi (68) dari Birayang Surapati, BAS, juga menjemput maut di “paunjunan” Handil 9, Kayu Rabah.
Kenapa ini? Angker dan sangat menyeramkankah pemancingan atau tempat mencari ikan seperti papuyu (betok), gabus (haruan), tauman (toman), sepat dan sepat siam di kawasan Kayu Rabah? Wallahu’alam!
Kawasan Kayu Rabah terpantau memang lagi ramai sebagai lokasi pencarian ikan. Sebab, lokasi Kayu Rabah diketahui satu satunya lokasi pencarian ikan yang relatif bebas dari kegiatan setrum ketimbang lokasi lainnya.
Lantaran itu, selagi musim kemarau seperti ini para pencari ikan ramai ramai menangkap ikan ke Kayu Rabah.Tidak hanya dengan cara memancing, melainkan dengan menjala, hancau, bubu dan lainnya.
Kapolres HST, AKBP Jimmy Kurniawan sendiri melalui Kapolsek Pandawan, Iptu Rojikin membenarkan kematian Khair. “Korban siup di pahancauan, dan meninggal dalam perjalanan menuju RSHD Barabai,” ujar Rojikin kepada media ini.
Pahancauan atau tempat korban mencari ikan pakai alat tangkap “hancau” (jala terbuka bersegi empat) yang empat buncunya diberi rautan bambu, diikat tali temali, dan diangkat pakai bambu sebesar pergelangan itu terletak di Sungai Kamis, Desa Kayu Rabah, RT. 08, RW 02, Kecamatan Pandawan, Kabupaten HST, Kalsel.
Kronologisnya begini. Awalnya, cerita Rojikin, korban Khair pergi “mahancau” ke Sungai Kamis, Kayu Rabah, bersama anak kandungnya M Reza Fahroni (28), kemenakannya Rifani alias Fani (35), dan tetangganya, Sanusi (53) di Desa Benua Batung.
Di lokasi Sungai Kamis itu mereka tak langsung melabuh hancau. Khair dan anaknya harus membuka atau membersihkan sungai dulu dari rumput tebal bersama warga masyarakat lainnya, baru bisa mahancau iwak seperti sepat, sepat siam, biawan, gabus (haruan), tauman, termasuk papuyu (betok).
Sesaat kemudian, korban tiba tiba pingsan dan memanggil anaknya Reza. “Korban siup dan mengatakan kepada Reza, kalau kepalanya sangat pusing dan sesak napas,” ujar Rojikin.
Pertolongan pun coba dilakukan Reza, Fani, Sanusi, dan warga lainnya yang geger. Lalu, korban dievakuasi dengan naik perahu ces dan melarikannya dengan mobil ambulan Desa Kayu Rabah ke RSHD (Rumah Sakit Haji Damanhuri) Barabai.
Namun, sampai di RSUD HST ini korban dinyatakan sudah meninggal. “Korban dinyatakan meninggal dalam perjalanan menuju RSHD,” jelas Rojikin.
Terkait kematian itu, mayat korban tidak dilakukan otopsi (bedah mayat) di RSHD. Jenazah langsung dibawa ke rumahnya di Desa Banua Batung, RT. 01, RW. 01, Kecamatan Pandawan, HST, untuk dikebumikan.
“Keluarganya menyatakan tidak bersedia korban diotopsi dan menganggap kematiannya sebagai musibah. Mereka ikhlas menerimanya, dan tidak akan menuntut siapa pun di kemudian hari,” tutup Rojikin.***