Keppres Dianggap Tak Berlaku, Bupati AGM Stop Tangani Covid-19

Bupati PPU Abdul Gofur Mas’ud (AGM) menyatakan mundur dari mengurus penanganan Covid-19.
Bupati PPU Abdul Gofur Mas’ud (AGM) menyatakan mundur dari mengurus penanganan Covid-19.

Kaltimku.id, PPUTerhitung mulai Juni 2021, Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur Abdul Gafur Mas’ud menyatakan, mengundurkan diri dalam mengurus penanganan virus corona (Covid-19).  AGM, sapaan karib sang bupati menegaskan, penanganan Covid-19 di daerah, diserahkan kepada pemerintah pusat.

Menurut orang nomor satu di PPU tersebut, sebagai kepala daerah merasa serba salah dalam menangani Covid-19. Langkah yang diambil pemerintah daerah dengan menekan angka penyebaran Covid-19, dengan program pengadaan chamber (bilik sterilitasi) berdampak terhadap pemeriksaan dirinya oleh hukum.

Bacaan Lainnya

“Mulai bulan ini saya akan menarik diri mengurusi dari yang namanya corona. Kenapa? Karena ini jadi masalah untuk kita. Bagaimana kita mau ngurusi masyarakat kalau semua ini jadi masalah,” ungkapnya usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung DPRD PPU, Selasa (29/6/2021).

AGM menjelaskan, program pengadaan sejumlah alat kesehatan dalam menangani penyebaran virus corona berada di bawah regulasi Keputusan Presiden (Keppres) tentang penanganan Covid-19 yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo pada awal pandemi.

“Soal pengadaan chamber dan alat kesehatan yang jadi masalah, kita dituntut untuk menyesuaikan harga dengan kondisi waktu awal pandemi. Bagaimana waktu itu, harga barang tidak sama dengan saat ini. Masker yang biasa 50 ribu satu box, saat itu harganya sampai 500 ribu bahkan jutaan,” bebernya.

Harga pengadaan alat penunjang kesehatan penanganan Covid-19, melonjak tinggi seiring kelangkaan barang hingga minimnya transportasi. Empat unit bilik sterilisasi atau chamber yang dipesan seharga Rp 2 miliar, menjadi bermasalah.

Sementara payung hukum terkait penanganan Covid-19 berupa Keppres, dianggap tidak berlaku dengan permasalahan yang ia hadapi.

“Keppres itu tidak berlaku ternyata. Inikan menjadi bahaya, padahal kita ini mau menolong orang hingga pemulihan ekonomi. Malah bermasalah dengan hukum, saya ngga ngerti ini. Mulai sekarang mau statusnya hitam, ungu selaku bupati yang diperiksa, saya tidak mau lagi mengurusi. Silakan teman-teman media viralkan,” terang AGM.

Bahkan, dalam menarik diri dari mengurus penanganan wabah corona, AGM juga mengajak kepala daerah lain untuk berhenti menangani Covid. Selanjutnya, penanganan Covid-19 bakal diserahkan ke pemerintah pusat.

Status Kejadian Luar Biasa (KLB) yang ditetapkan pemerintah pusat seharusnya memberikan kewenangan bagi daerah dalam menangani wabah corona. Terlebih, saat ini penanganan virus corona di Kabupaten PPU lebih terstruktur.

“Status KLB itu ibarat perang, jadi apapun harus dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat. Tapi kalau dilakukan ke depannya jadi masalah, ya mohon maaf kami tidak mau mengurusi itu,” tegasnya.

Penggunaan anggaran disebutkan sesuai kondisi darurat yang terjadi saat itu. Sehingga membutuhkan keputusan yang cepat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Ia menilai kebijakan pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk Covid, berdampak terhadap penurunan kasus. Namun, seolah tidak dianggap.

“Setelah kondisi daerah ini mulai hijau, mulai kuning itu menjadi masalah buat kita. Saya diperiksa dengan isu-isu yang tidak jelas. Padahal sudah berapa orang di sini yang sudah meninggal. Untung yang periksa gak ikut meninggal,” pungkasnya.*(adv)

Pos terkait