Mogok Serempak di HST, Sopir Angkutan Galian C Sebut Pajak Retribusinya Terlalu Tinggi

Kaltimku.id, BARABAI — Ratusan sopir dan kondektur truk angkutan galian C serempak mogok kerja di tiga lokasi berbeda di Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, Senin, 31 Januari 2022. Mereka menyebut pajak retribusinya terlalu tinggi dan minta disamaratakan.

Aksi pertama di Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa. Di sini para sopir dan awaknya bergerombol sambil memarkir mobil di tepi jalan. Begitu pula di lokasi lainnya di Desa Rangas dan Desa Birayang Timur, Kecamatan Batang Alai Selatan (BAS).

Bacaan Lainnya

Tidak ada insiden dalam aksi serempak ini. Para sopir dan kernetnya tetap tertib dan damai sambil duduk-duduk dan berbincang di bawah pepohonan. Namun, sebagian lainnya berorasi sambil menyebut tuntutan mereka terkait ketetapan pajak retribusi daerah dari Pemkab HST itu.

Suasana perundingan di lokasi

“Kami bukannya menolak, tapi ketentuan ini terlalu tinggi dan bervariasi sampai Rp80 ribu. Kami minta ketentuan ini disamaratakan saja Rp 10 ribu per ret seperti di tempat lain, sehingga kami tidak keberatan dan pemerintah juga lancar menerima pemasukan,” ujar Muhammad Ilmi, salah satu peserta aksi.

Selain itu, sebut Ilmi, pihaknya juga minta pemerataan pembangunan pos angkutan galian C pada titik-titik yang belum dikenakan pajak. Contohnya seperti di Kalibaru dan beberapa lokasi lainnya yang belum ada pos.

Menurut dia, kalau ada pos maka pekerjaan ini berjalan lancar. Bisa mengatasi para sopir lain untuk bayar pajak, dan mengantisipasi penerobosan atau mengambil jalan pintas demi menghindari gesekan yang tak diinginkan.

Besaran pajak retribusi bahan galian C ini mengacu Perda No 9/2011 yang berlaku per 12 Januari 2022. Rinciannya, material tanah merah dikenakan Rp10 ribu per ret, batu gunung dan sirtu sama Rp40 ribu/ret, tanah uruk Rp5 ribu/ret, bahan pasir Rp50 ribu per ret, dan batu krikil Rp80 ribu per ret.

Terkait penetapan tarif retribusi ini, menurut dia, para sopir memang pernah berembuk di dewan. Tapi, masukan para sopir tidak dipakai. Karena itu, mereka menghendaki sebelum ada keputusan tentang tuntutan ini agar digratiskan dari retribusi karcis.

Menyikapi tuntutan ini, Kabid Pajak dan Retribusi Daerah HST, Alipansyah belum mengiyakan. “Aspirasi mereka kita tampung dulu. Kita perlu menelaah dan mengkaji aspirasi mereka, dan yang memutuskan nanti juga bukan kewenangan kita,” ungkapnya.

Lantas bagaimana dengan keinginan mereka yang minta digratiskan sebelum ada keputusan? Alipansyah tidak sependapat. “Para sopir tetap harus membayar sesuai dengan aturan yang ada,” katanya.

Sementara Pjs. Kapolsek BAS, Ipda Lilik Hadriyanto mengapresiasi sikap para sopir yang menyampaikan aspirasi dengan damai dan tertib. “Saya mengimbau kepada kedua belah pihak untuk secepatnya menyelesaikan aspirasi ini dan mencapai kesepakatan yang terbaik nanti,” imbuhnya.*

(JJD, Wartawan Senior Kalimantan)

Pos terkait